Selasa, 09 Agustus 2011

BABAD SELAPARANG I


 BABAD SELAPARANG I

Setelah pagi si utusan pamit. Ia membawa nasi dan lauk. Diantar oleh prajurit Penjanggik dengan membawa beras tiga puluh (?), sepuluh lauk bersama nasi (?) menjadi bekal perjalanan. Tiga hari kemudian sampai di Ampenan. Yang mengantarnya menginap semalam di pantai Ampenan.
“Siapa yang siap berangkat mengahdiri upacara ke Klungkung. Wanita dan lelaki berangkat semua. Begitu pula yang muda, agar tahu tata karma, negeri luas Raja Kelungkung.?” Tanya Prabu Pejanggik kepada kerabat istana. Secara serempak, menteri menyatakan ikut. “Tapi aku tidak pergi,” kata Prabu. “Baik, Tuan.” Jawab Adipati.
Sementara itu, Arya Banjar Getas memohon kepada Raja agar diizinkan pergi ke Tapon menjenguk mertuanya yang sedang sakit. “Hamba mohon pamit pulang ke Tapon, Tuan. Ayah mertua saya sakit keras.” Kata Arya banjar Getas. Prabu menjawab, “ Pulanglah. Urus mertuamu baik-baik dan carikan obat yang mujarab,” kata Prabu.
Setelah itu, pertemuan bubar. Sri Baginda balik ke istana. Sedangkan menteri memberitahu semua lurah agar mempersiapkan bawaan berupa hidangan, beras, buah-buahan, kambing, untuk berkenduri ke Bali. Sebanyak 150 orang wanita dan laki-laki harus ikut serta. Tak boleh kurang, tak boleh lebih.
Menjelang berangkat, sang Adipati dan arya Banjar Getas mengatur warga yang akan berangkat. Dipilih pemuda tujuh puluh orang pemuda. Sedangkan yang perempuan dipilih yang mengerti tata-krama. Semua yang ikut adalah putra ningrat.
Kemudian berangkatlah rombongan itu. Sesampainya di pantai Ampenan, sebanyak 7 perahu layar yang akan membawa mereka menyeberang ke Bali telah menanti. Naiklah mereka dan menyeberang ke daratan Bali.
Sesampainya di Bali, pemuda-pemuda Pejanggik melihat desa yang indah, perawan-perawan muda,  jalan dan kampung bagus, Airnya bening dan besar, kotanya besar dan indah. Semuanya tak ingin pulang karena itu. Akhirnya, banyak pemuda yang jatuh cinta, bahkan ada yang kawin di Bali.
*****
Sementara itu, di Pejanggik Raja dan istrinya akan pergi ke tapon menjenguk paman Rangga yang sakit keras selama dua bulan.
Di Tapon, rakyat menyambut Raja dan istrinya. Raja dipikul diusung. Permaisuri digotong menggunakan kursi oleh orang banyak.
Di dalam puri, raja langsung menjenguk paman Rangga. Permaisurinya sangat sedih melihat sang paman. “Duh dindaku saying, sudah takdir Allah yang Agung, penyakit ayahanda tak sembuh,” kata sang Raja kepada permaisurinya. Dewi Junti, adik istri sang raja berkata, “Memang benar kata paduka. Untuk itu saya mohon agar mengurus ayahanda tulus ihklas lahir batin,”. “saya kira ayahanda tak akan sembuh,” lanjut Dewi Junti. Dewi Juwita menyambut kata adiknya, “Kuserahkan keada allah, karena janji Tuhan sudah pasti, wajiblah rela wahai adikku, jangan kita merasa berat di hati,”. “Saya rela ikhlas, Kanda,” jawab Dewi Junti.
Lalu semua berzikir. Ada yang membaca Al Quran. Banyak kiayi yang datang. Akhirnya, pada tengah malam paman Rangga wafat. Para penggawa dan santri mengadakan selamatan, membuat kerandanya. Raja menyuruh utusan untuk memebritakan wafatnya paman Rangga ke seluruh penjuru kerajaan.
Mayat sang paman sudah dimasukkan ke keranda. Tapi masih menunggu kerabat sang ratu datang dari desa yang sangat jauh letaknya. Setelah semuanya datang, keranda mayat digotong hingga ke kubur.
Di kubur, semua alim ulama, kiayai membaca tahlil. Ramai. Dan setelah dimakamkan semua pengantar jenazah pulang ke negerinya masing-masing. Selama Sembilan hari keluarga bersedekah siang malam. Meskipun upacara telah selesai di Tapon, Raja dan permaisurinya Dewi Juwita belum juga pulang, karena kasihan kepada adiknya Dewi Junti yang masih sedih di tinggal ayahnya.
Di dalam puri, Dewi Junti, Dewi Ratna, Dewi Kendran, dan Nila Emas tak pernah berpisah siang malam. Tidur bersama, makan bersama. Sedangkan sang Raja disertai para sentana, alim ulama semua dukuh berencana mengadakan upacara kematian. Tapi para punggawa menjawab, “Kita tunggu adipati dan Sudarsana pulang,” katanya.
*****
 Sudah sebulan lebih Adipati menghadiri kenduri di Kelungkung. Karena acara telah usai, Adipati mohon pamit kepada Betara Kelungkung untuk pulang ke Pejanggik. “Besok adinda pulang,” kata Betara. Karena kepulangan rombongan Pejanggik akan disediakan buah-buahan dan pakaian kiriman serta perkakas serba mulia untuk Prabu Pejanggik.
Esoknya rombongan berngkat pulang ke Pejanggik. Di tengah laut selama tiga hari tiga malam, maka sampailah di Ampenan. Di Ampenan, rombongan mendapat berita duka kematian sang Rangga.
Namun, sampai di Pejanggik, adipati tidak menemukan Raja dan permaisurinya. Lurah menyampaikan bahwa Raja dan istrinya masih di Tapon karena diminta Junti untuk menemaninya.
Sesampainya di Tapon, Arya Banjar Getas menyampaikan prihal kendurinya di Bali yang dilaksankan tujuh hari tujuh malam. Pada malam hari ramai dengan tontonan dan siangnya bersantap.
Empat puluh hari di Tapon, kini Prabu dan para permaisurinya kembali lagi ke Pejanggik. Sesampinay di istana, mereka menerima kiriman dari Kelungkung berupa selendang serba indah, buah-buahan manis dan segar. Para permaisuri sangat senang mendapat hadiah kiriman itu.
Lalu, Nila Emas ingin somba ayahnya. Ia menyuruh sepuluh orang utusan pergi membawa surat dan buah-buahan ke Kentawang. Sampai di Kentawang, Raja Kentawang menerima surat dan buah dari Prabu dan sang putrid yang akan datang menjenguknya pada saat purnama. Lalu raja mengumumkan kedatangan Prabu dan putrinya melalui para ketua negerinya.