Jumat, 01 Juli 2011

Press Release Aliansi Masyarakat Peduli Kemanusiaan


ALIANSI MASYARAKAT PEDULI KEMANUSIAAN



HENTIKAN KEKERASAN KEPADA BURUH MIGRAN

Kisah tragis Ruyati, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dihukum pancung pemerintah Arab Saudi menambah sejarah kelam para koeli contract. Di negeri sendiri menganggur. Di negeri orang babak belur.
Lalu ada Sumartini, TKW asal NTB yang akan diekskusi 3 Juli mendatang. Dan masih ada sekitar 400 orang warga Indonesia yang akan menjalani hukuman mati di negeri orang. Kisah yang amat tragis dan memilukan dialami buruh migrant di negeri orang.
Pada tahun 1860 terbit Max Havelaar, sebuah novel yang menggemparkan Eropa. Ditulis oleh seorang Belanda Eduard Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli (Latin: yang banyak menderita). Ia menarasikan kekejaman kompeni terhadap para pekerja pribumi lewat tanam paksa; sebuah perbudakan yang dilegalkan Negara. Pemerintah koloni yang berang  akhirnya memulangkannya ke Belanda.
Selanjutnya tahun 1902, seorang advokat di Medan bernama Mr. J van den Brand menulis artikel panjang tentang kisah tragis juta-an pekerja asal Jawa di perkebunan tembakau milik pengusaha-pengusaha Belanda di Deli, Sumatera Timur. Tak kalah dengan Max Havelar, De Millioenen uit Deli yang ditulisnya pun mengancam kharisma pemerintah Belanda. Kontrak kerja yang dibuat perusahaan dan aturan pemerintah (poeli sanctie) yang membolehkan perusahaan (majikan) menghukum pekerja, membuat pekerja tak ubahnya sebagai budak. Sudah pasti, Van den Brand dikucilkan dari pergaulan Eropa.
Kini setelah negeri ini merdeka, kisah kekerasan dan kekejaman terhadap para pekerja (pribumi) tak kunjung berhenti.  Khususnya para pekerja Indonesia di luar negeri; seolah menjadi perantau sebatang kara dan terlunta-lunta di Negara orang. Belum hilang dari ingatan kita, penyiksaan yang dialami Sumiyati, TKI asal Bima, NTB.
Poin penting dari keseluruhan kisah tersebut, baik di zaman penjajahan hingga hari ini mengerucut pada soal Negara (pemerintah) yang abai dalam memberikan perlindungan kepada para pekerja. Negara hanya senang mengambil untung dari ekspor manusia yang tak manusiawi tersebut dan pajak yang didapat dari perusahan-perusahan penyalur.
Eksploitasi dan Kegagalan Negara
Pemerintah hanya suka beretorika dengan mengatakan akan memberikan perlindungan bagi para buruh migrant, sebab buruh migrant memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan devisa Negara. Namun, nyatanya tak ada yang terbukti.
Di satu sisi, pemerintah terus-menerus mengizinkan pengiriman buruh migrant ke luar negeri. Sementara di sisi lain, pemerintah tidak juga menyediakan lapanga pekerjaan yang seluas-luasnya kepada warga Negara agar bisa menghabiskan hidupnya untuk ikut terlibat membangun negerinya sendiri.
Moratorium tiba-tiba menjadi kata-kata sakti untuk menyelesaikan masalah-masalah krusial sebagai dampak eksploitasi, baik tambang, hutan, maupun buruh migran. Dalam konteks pengiriman buruh migrant, moratorium akan menjadi bencana sendiri sebagai pencabut nyawa bagi kelompok warga miskin, jika tidak disertai dengan pembukaan lapangan kerja baru oleh pemerintah.
Disinilah akan tampak secara jelas posisi Negara selama ini. Negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap warga Negara. Pun penyediaan lapangan kerja agar warga Negara bisa hidup layak dan dapat mengembangkan diri. Nyatanya, jumlah buruh migrant terus meningkat setiap tahunnya dan lapangan kerja untuk kelompok miskin tak juga kunjung ada, selain buruh kasar yang hasilnya tak mencukupi biaya hidup sehari-hari.
Untuk itu, kami dari Masyarakat Peduli Kemanusiaan menghimbau pemerintah dan masyarakat:
1.       Menghentikan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan menyediakan lapangan kerja baru yang mencukupi untuk kebutuhan dasar hidup layak bagi rakyat Indonesia
2.       Memberikan perlindungan hokum kepada seluruh buruh migrant yang terlibat permasalahan hokum di luar negeri
3.       Menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing bujuk rayu calo penyalur tenaga kerja yang tidak jelas asal-usulnya

Mataram, 01 Juli 2011
Korlap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar