Jumat, 28 September 2012

ARTIKEL ILMIAH


TESIS

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN  BERBASIS  MASALAH  DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE TERHADAP  HASIL BELAJAR   DAN SIKAP ILMIAH SISWA




Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Mataram untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Magister Pendidikan
 pada Program Studi Magister Pendidikan IPA



OLEH :

MULYADI
I2E 010 020



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2012
BAB V
PEMBAHASAN

            Ada beberapa cara menerapkan PBM dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model PBM dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan kata lain siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya.

5.1  Hasil Belajar Ranah Kognitif
Berdasarkan analisis data, gambaran umum hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada materi fluida. Sedang peningkatan hasil belajar kognitif tiap submateri untuk kelas PBM siswa memperoleh skor tertinggi pada submateri tegangan permukaan, dan skor terendah pada submateri persamaan kontinuitas , sedangkan untuk kelas TPS skor tertinggi pada submateri tegangan permukaan dan skor terendah pada submateri persamaan kontinuitas.
Tingginya skor tegangan permukaan untuk kedua kelas karena siswa dalam pembelajaran sangat antusias dan bersemangat dalam belajar hal ini dapat terjadi karena pada submateri siswa sudah sangat lancar dalam melakukan percobaan, sehingga dalam menjawab soal-soal tidak terlalu sulit karena sudah dipraktekkan. Sedangkan untuk submateri persamaan kontinuitas siswa memperoleh skor terendah untuk kedua kelas karena siswa sangat sulit mengubah satuan yang ada ke dalam satuan internasional.
Peningkatan hasil belajar ranah kognitif pada kelas PBM dimungkinkan karena pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa dengan menyajikan suatu permasalahan, kemudian siswa diminta untuk mencari pemecahannya melalui serangkaian kegiatan dan investigasi berdasarkan teori, konsep dan prinsip yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru bertindak sebagai fasilitator bukan sebagai pemberi informasi, siswa aktif membangun konsep-konsep yang baru melalui masalah yang harus dipecahkannya. Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi permasalahan dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan untuk menjawab masalah, kemudian siswa menentukan apa yang akan dilakukan untuk mencari informasi dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka munculkan.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Bern dan Erickson (dalam Komalasari, 2010), bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Selanjutnya Lambors (dalam Nurhasanah, 2007) mengatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran dari siswa sebagai penerima informasi yang pasif menjadi pebelajar yang aktif, pebelajar yang mandiri dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan program pendidikan dari mengajar ke pembelajaran. Sedangkan Ibrahim dan Nur (2005) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk meransang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya bagaimana belajar dalam belajar.

5.2  Hasil Belajar Ranah Afektif
Dari analisis data penelitian untuk hasil belajar ranah afektif kelas PBM mengalami peningkatan dibandingkan dengan kelas TPS. Sedangkan hasil belajar ranah afektif untuk tiap-tiap indikator menunjukkan bahwa untuk semua indikator ranah afektif pada kelas PBM mengalami peningkatan dan semua berkatagori sedang. Apabila dilihat berdasarkan N-gain yang dinormalisasi maka indikator yang tertinggi yang dicapai siswa kelas PBM adalah pada indikator konsep diri. Hal ini terjadi karena pada saat diskusi kelas cepat memahami materi yang dipelajari dibandingkan dengan kelas TPS. Pada kelas TPS indikator yang tertinggi yang dicapai  siswa   adalah pada indikator nilai, hal ini terjadi karena pada diri siswa kurang yakin dalam mengikuti pelajaran fisika dibandingkan kelas PBM. Sedangkan  skor  terendah pada  kelas  PBM adalah pada indikator nilai pada kelas TPS skor terendah pada  indikator  sikap. Walaupun kelas PBM memiliki skor terendah pada indikator nilai siswa memiliki keyakinan pada diri mereka bahwa dengan belajar dapat membentuk karakter yang positif.
Dari data di atas secara umum juga terlihat bahwa pembelajaran berbasis masalah untuk hasil belajar ranah afektif mengalami peningkatan yang signifikan dari sebelum pembelajaran diberikan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena   pada kelas pembelajaran berbasis masalah peran guru adalah mengajukan masalah atau mengorganisasikan siswa pada masalah yang autentik, yaitu kehidupan nyata sehari-hari, membimbing penyelidikan, misal melakukan pengamatan atau melakukan percobaan, memfasilitasi dialog siswa dan mendukung belajar siswa, Ibrahim dan Nur (2005).
Tingginya skor tes akhir pada kelas PBM dibandingkan dengan kelas TPS dengan analisis statistik uji t menunjukkan bahwa  kelas PBM dikembangkan untuk membantu siswa dalam berpikir yang merupakan perilaku yang melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yaitu sikap, minat, konsep diri dan moral. Menurut Lewin (dalam Andersen,2001) perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak dan karakter lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi perilaku atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak diri dan lingkungan. Oleh karena ranah afektif termasuk perilaku atau perbuatan seseorang, sehingga perilaku dapat berubah setiap saat seiring dengan perubahan kondisi lingkungan pada saat itu.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy Supramono (2011) menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap hasil belajar fisika, sedangkan Septia Nurlaella (2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Sedangkan Sudarman (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
5.3  Sikap Ilmiah Siswa
Analisis data penelitian menunjukkan adanya peningkatan sikap ilmiah siswa setelah pembelajaran berbasis masalah diberikan. Sedangkan untuk sikap ilmiah tiap-tiap indikator menunjukkan bahwa untuk semua indikator sikap ilmiah pada kelas PBM mengalami peningkatan dan semua berkategori sedang. Apabila dilihat berdasarkan N-gain yang dinormalisasi maka indikator yang tertinggi yang dicapai siswa kelas PBM dan kelas TPS adalah pada indikator jujur, hal ini dimungkinkan terjadi karena siswa bekerja berdasarkan pengalaman yang mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari.
Peningkatan sikap ilmiah yang terjadi dengan pembelajaran berbasis masalah dimungkinkan karena siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang harus dipecahkannya. Untuk memecahkan masalah siswa melakukan kerja ilmiah seperti mengumpulkan data, melakukan eksperimen, melakukan pengamatan, interpretasi data sampai pada pengambilan keputusan. Sehingga dengan kerja ilmiah yang dilakukan siswa selama pembelajaran dapat menumbuhkan sikap ilmiah. Untuk mengumpulkan data atau informasi siswa perlu mengembangkan sikap ingin tahu. Untuk mempersiapkan karya yang baik siswa perlu bekerjasama. Hal ini sesuai dengan pendapat Akinoglu & Tandagon (2006) bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran aktif yang memungkinkan siswa untuk peduli dan saling berbagi diantara sesama mereka dalam memecahkan masalah dan pembelajaran yang mereka butuhkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2007) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa, Rusmana (2007) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa, Karim (2007) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pengusaan konsep dan sikap ilmiah siswa.
Dalam pelajaran fisika, sikap ilmiah ini tercermin dengan keinginan siswa untuk mengetahui darimana suatu konsep, hukum atau rumus fisika itu diperoleh, dan bagaimana konsep, hukum atau rumus tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain keingintahuan siswa mempelajari suatu, sikap ilmiah siswa juga tercermin dari tindakan kejujuran, berpikir logis, bekerjasama dalam belajar. Misalnya dalam mengerjakan suatu soal, siswa harus bisa mengemukan pendapatnya secara logis. Kekritisan siswa dalam mempelajari sesuatu juga sebagian dari sikap ilmiah, sehingga dalam mengemukakan pendapat antar sesama siswa selalu mengkritisi satu sama lain.

5.4  Hubungan Hasil Belajar dengan Sikap Ilmiah
Berdasarkan hasil analisis data hubungan sikap ilmiah dan hasil belajar (kognitif dan afektif) terdapat hubungan yang signifikan, ini dapat dilihat dari nilai r hitung yang didapatkan lebih besar dari nilai r tabel. Hal ini dapat terjadi karena sikap siswa tentang pembelajaran sudah cukup bagus, ini dapat dilihat dari kedisiplinan dan kerjasama dalam memecahkan suatu masalah. Dalam proses kedisiplinan dan kerjasama siswa belajar berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap, Purwanto (2010). Perubahan itu diperoleh melalui usaha bukan karena kematangan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Duri Dyah Purwaningsih (2007) pada pembelajaran matematika menujukkan bahwa ada pengaruh yang positif sikap ilmiah dan hasil belajar. Sedangkan Prima Emirianti (2005) dalam penelitiannya terhadap mahasiswa teknik sipil, menunjukkan bahwa sikap ilmiah memberi pengaruh yang positif terhadap hasil belajar.
Dalam pelajaran fisika hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan, dalam penelitian ini membuktikan bahwa siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan keingintahuan siswa untuk mengetahui darimana suatu konsep, hukum atau rumus fisika itu diperoleh. Jadi dalam hal ini belajar fisika guru tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada siswa, tetapi guru hendaknya membantu siswa untuk tetap bersemangat agar hasil belajar dan sikap ilmiah tertanam dalam diri siswa. Dengan demikian siswa akan leluasa belajar khususnya fisika. Guru seharusnya memberikan kepercayaan kepada siswa untuk mengembangkan idenya dalam menemukan sebuah konsep sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan, hal tersebut sangat mempengaruhi sikap ilmiah siswa dalam belajar.

5.5   Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan yang ada pada pembelajaran berbasis masalah dari penelitian yang sudah dilakukan siswa sangat antusias, disiplin terhadap waktu yang sudah disepakati, bersemangat baik dalam hal orientasi siswa untuk belajar, melakukan percobaan, membuat laporan dari hasil diskusi untuk dipresentasikan di depan kelas, hal ini dimungkinkan karena siswa pada awalnya diberi permasalahan untuk dipecahkan sebelumnya, sedangkan untuk kelas TPS kelebihan yang ada dalam penelitian ini adalah hubungan kerjasama dalam tugas, keterampilan dalam berbagi pengetahuan, keterampilan kelompok dalam mengerjakan tugas sudah sangat bagus..
Sedangkan kelemahan yang ada dalam kelas pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah siswa kurang dalam hal menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Untuk kelas TPS kelemahan yang ditemukan adalah siswa kurang dalam berpikir untuk mengemukan pendapat dalam penyelesaikan masalah dan masalah waktu belajar pada jam terakhir yang tidak bisa diatur untuk masuk jam pertama seperti kelas PBM hal ini sangat berpengaruh kepada siswa.
Dari kelemahan yang ada pada model pembelajaran berbasis masalah dan model kooperatif tipe think-pair-share bisa menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya guna memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar