Manajemen Konflik
Dalam Organisasi Mahasiswa[1]
By: Kamusiah[2]
1. Pendahuluan
DALAM kehidupan umat manusia
komunikasi dan konflik telah menjadi bagian dari keniscayaan sejarah yang
dilaluinya. Dalam kehidupan kita sehari-hari atau selalu berproses yang tidak
terlepas dari konflik, tapi akan penuh
konflik, apabila konflik tidak dikelola dengan baik, dan akan merembet jadi
konflik horisontal antar pendukung dan kontra pada kelompok2 dalam komunitas itu. Ketika suatu
konflik muncul didalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan
sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang
buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Seorang manajer atau pemimpin harus menguasai
yang namanya pemahaman konflik. Karena kalau salah kita menyikapi sebuah
konflik itu akan sangat berdampak sangat besar, sebab konflik itu mudah
merambat kemana-mana dan pada segala lini. Oleh karena itu bagaimana kita
mengelola konflik tidak menjadi penghambat dari aktivitas kita, dan mengarahkan
konflik menjadi peluang untuk kesuksesan kita jadi kita harus benar-benar tahu
yang dimaksud dengan konflik itu sendiri, bagaimana konflik itu muncul dalam
suatu organisasi, dan yang paling penting, tehnik-tehnik untuk memanage dan
menyelesaikan konflik yang disebut dengan istilah Manajemen Konflik.
2. Manajemen
Konflik
a. Pengertian Manajemen
Seperti juga istilah lain dalam
ilmu sosial, ada lebih dari satu definisi mengenai manajemen. Salah satu
definisi manajemen sebagaimana dicatat Encyclopedia Americana berbunyi "
the art of coordinating the ele-ments of factors of production towards the
achievement of the purposes of an organization" (seni mengkoordinir ele-ments faktor-faktor produksi ke arah
prestasi tujuan dari suatu organisasi). Pencapaian sasaran organisasi
terjadi melalui penggunaan manusia (men), bahan produksi (materials), dan mesin
(machines).
Namun demikian, benang merah
pengertian manajemen adalah bahwa ma-najemen merupakan proses koordinasi
berbagai sumberdaya organisasi (men,
ma-terials, machines) dalam upaya mencapai sasaran organisasi. Manajemen
diperlukan bukan hanya bagi usaha yang mengejar laba (bisnis) namun juga bagi
usaha nirlaba (seperti sekolah) sejauh usaha tersebut mempunyai sasaran.
Paradigma ini dikenal sebagai classical goal paradigm[3].
Maka dengan sederhananya kita memahami manajemen adalah Pengelolaan/mengelola,
menyikapi dan mengatur segala hal yang terangkai dalam suatu sistem sehingga
bisa berjalan dan bekerja secara fungsionalis.
b. Konflik & definisinya
Konflik adalah suatu proses
yang wajar terjadi dalam suatu kelompok
atau masyarakat. Konflik
didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain
saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya
salah satu dari pihak-pihak tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan
tersebut (Minnery 1985, hal.35)[4].
Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the
presence of tension), atau munculnya
kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering
menimbulkan sikap oposisi antara kedua
belah pihak, sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan
masing-masing.
Subtantive conflicts merupakan
perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya
dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian
jabatan pekerjaan.
Emotional conflicts terjadi
akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).
3. Konflik
sebagai suatu Proses
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya
kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum
berakhir. Ada
banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara
lain sebagai berikut :
1.
Antecedent Conditions or latent Conflict
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk
menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi
dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat,
tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum
tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, Tekanan dari seorang
ketua terhadap depertemen Keuangan untuk menekan biaya, bisa menjadi sumber
frustasi ketika Depertemen lainnya ingin agar beberapa kebutuhan dan fasilitas
dipenuhi guna membantu kerja-kerja mereka. Namun demikian, konflik belum tentu
muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya
masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi
untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.
2.
Perceived Conflict
Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak
harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu.
Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang
berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman.
Seperti dalam kasus dia atas, bila seorang ketua dan depertemen lainnya saling
memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah kebutuhan yang mendesak
dalam organisasi,dan itu dapat mempermudah dan membantu kesuksesan organisasi,
bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika
perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung
berlanjut.
3.
Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena
itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun
potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan
bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain,
sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir
bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
4.
Manifest Conflict
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk
bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin
muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya
niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
5.
Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik
dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai
persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai
mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan
datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu
sendiri. Hal ini terjadi jika kedua belah pihak menghindari terjadinya reaksi
yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan.
Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak
yang lain.
6.
Conflict Alternatif
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan
yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti
ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di
antara kedua belah pihak dan dapat meminimalisir konflik-konflik yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan
tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial
untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah
pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh
akibat terjadinya konflik.
4. Jenis dan
Bentuk Konflik
1. Tingkat Konflik (levels of conflict)
Konflik yang timbul dalam suatu
lingkungan Organisasi/pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan:
Konflik
dalam diri individu itu sendiri.
Konflik dalam diri seseorang
dapat timbul jika terjadi kasus overload yaitu dimana ia dibebani dengan
tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika
dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan
pemilihan alternatif yang terbaik. Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat
episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman dalam
buku Psychology for Management:
1. Appriach-approach conflict,
yaitu situasi dimana seseorang harus memilih salah satu di antara beberapa
alternatif yang sama baiknya.
2. Avoidance-avoidance conflict,
yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah satu di antara beberapa
alternatif tujuan yang sama buruknya.
3. Approach-avoidance conflict,
merupakan suatu situasi dimana seseorang terdorong oleh keinginan yang kuat
untuk mencapai satu tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan selalu
terhalang dari tujuan tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak
bisa lepas dari proses pencapaian tujuan itu sendiri.
4. Multiple aproach-avoidance
conflict, yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa dihadapkan pada kasus
kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict.
Konflik interpersonal.
Merupakan konflik antara satu
individual dengan individual yang lain. Konflik interpersonal dapat berbentuk
substantive maupun emotional, bahkan merupakan kasus utama dari konflik yang
dihadapi oleh para manajer dalam hal hubungan interpersonal sebagai bagian dari
tugas manajerial itu sendiri
Konflik intergrup
Konflik intergrup merupakan hal
yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan
sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan
tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus
di-manage sebaik mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua
konsekuensi disfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul.
Konflik
interorganisasi.
Konflik ini sering dikaitkan
dengan persaingan yang timbul di antara perusahaan-perusahaan swasta. Konflik
interorganisasi sebenarnya berkaitan
dengan isu yang lebih besar lagi, contohnya perselisihan antara serikat
buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya konflik
melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan, bukan hanya
sub unit-internal atau group.
2.
Bentuk-Bentuk Konflik
Salah satu jenis konflik adalah
konflik organisasi:
Dalam sebuah organisasi
khususnya organisasi besar dimana pembagian kerja terjadi didalamnya
sering timbul konflik antara unit kerja
yang ada atau konflik antar organisasi.Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya
perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam
konflik tersebut.
Organisasi dapat diartikan sebagai sebuah struktur dari hubungan interaksi, kekuatan, sasaran,
aturan, kegiatan, komunikasi dan factor lain yang ada pada saat orang-orang
bekerja sama.Tujuan dan struktur organisasi ini tidak berubah ketika ada
perubahan orang-orang yang mengatur organisasi tersebut.Oleh karena itu
diperlukan kerja sama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar
organisasi sehingga dapat meminimalkan
konflik yang terjadi.
5. Sumber-sumber
dan Penyebab terjadimya Konflik
a. Sumber-sumber Konflik
a. Kebijkan sebagai sumber konflik
Kebijakan publik yang berarti
suatu hal yang akan dikerjakan atau sebuah larangan yang dibuat oleh
pemerintah.Kebijakan inilah yang selanjutnya sering menimbulkan persoalan
sampai menjadi sebuah konflik.Timbulnya konflik dari sebuah kebijakan dapat
terjadi karena adanya pihak-pihak dalam penentuan kebijakan tersebut dimana
tidak semua pihak dapat terakomodasi dengan kebijakan tersebut. Hal ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan dasar yang berupa perbedaan tujuan dari
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, karena:
- Substansi kebijakan yang mana dapat saja tidak diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
2. Adanya individu dan atau pihak yang mempunyai akses
lebih terhadap kebijakan tersebut sehingga ada pihak yang tidak terakomodasi
dengan kebijakan tersebut. Oleh karena itu dalam penentuan kebijakan itu
sendiri harus melalui tahap-tahapnya.
b. Sumber-sumber konflik
lainnya:
Ross (1993) mengemukkan dua
sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok. Kedua sumber
Konflik itu adalah:
1. Teori Struktur Sosial
menekankan pada persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif
utama sebuah konflik.
Tindakan terhadap pihak lain
dalam pemikiran teori struktur sosial akan menciptakan tantangan nyata untuk
meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya
pihak-pihak tersebut melakukan konsolidasi secara sadar sehingga membentuk
suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut.Disisi lain struktur social
ini berhubungan erat dengan teori
kelompok elit yang mana konflik sangat sering terjadi dalam hal ini.
2. Teori Psychocultural
menekankan pada konflik sebagai kekuatan psikologi dan cultural.Teori ini
menunjukkan bahwa suatu pihak perlu memperhitungkan kejadian ekseternal
pihak lain.Oleh karena itu kondisi social dan hubungan dengan pihak lain
menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan dalam menghadapi konflik ini
karena kondisi psikologis dan cultural ini merupakan sebuah kekuatan nyata.
b. Faktor penyebab terjadinya Konflik
Penyelesaian efektif dari suatu konflik
seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya
konflik dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu karateristik individual,
beberapa kondisi umum yang muncul diantara orang-orang dan group, serta desain
dan struktur organisasi itu sendiri.
Karakteristik Individual
Berikut ini merupakan perbedaan individual antar
orang-orang yang mungkin dapat melibatkan seseorang dalam konflik:
Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude,
and Baliefs).
Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang
salah, dan predisposisi untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu
kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai
yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di antara individual dan
group dalam suatu organisasi.
Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang
sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat
berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana
orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi
cenderung untuk tidak begitu suka bekerja sama dengan orang lain, karena mereka
menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hal ini tentu mempengaruhi
pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut.
Perbedaan Persepsi (Persptual Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab
terjadinya konflik. Misalnya saja, jika
kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif
terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga nganggap kita tidak bersahabat,
sehingga potensial terjadinya konflik muncul dengan sendirinya. Konflik juga
dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan
men-stereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah.
Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi
untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.
Faktor Situasi
Kesempatan dan
Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need
to Interact) Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang
terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya
assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya
konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan
keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya konflik bahkan
semakin meningkat.
Kebutuhan
untuk Berkonsensus (Need for Consensus)
Ada
banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki
persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum.Tetapi
banyak pula hal dimana tiap-tiap departemen harus melakukan konsensus bersama.
Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini,
proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya
konflik.]
Ketergantungan
satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another)
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal
melaksanakan tugasnya, langsung yang lain juga terkena akibatnya, sehingga
konflik lebih sering muncul. Perbedaan Status (Status Differences) apabila
seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik
dapat muncul.
Rintangan
Komunikasi (Communication Barriers)
Komunikasi sebagai media interaksi diantara
orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan
komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan
terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri
dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang
diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengindentifikasi
situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik,
sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.
Batas-batas
tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous tesponsibilites and
Jurisdictions)
Orang- orang dengan jabatan dan tanggung ajwab
yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing.
Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan
terjadinya konflik jadi semakin besar.
6. Penyelesaian
dan Pengelolaan Konflik Dalam Organisasi
Dalam menyeleaikan konflik,
salah satu cara yang ampuh adalah Komunikasi. Berbagai bentuk konflik di tengah
masyarakat merupakan sesuatu yang tak perlu dihindari, sebab dengan konflik
menjadikan manusia lebih dinamis dan proses komunikasi akan syarat dengan pesan
yang berbobot. Konflik sebagai keniscayaan sejarah maka mau tak mau harus
dicari penyelesaian dan jalan terbaik untuk segera mengakhiri konflik. Melihat
kompleksitas persoalan penyebab konflik tidak ada jalan lain kecuali
mengoptimalkan fungsi dan peran komunikasi di dalamnya. Ibarat institusi maka
berbagai elemen yang terlibat konflik merupakan keragaman sumber daya yang
perlu dikelola untuk mencapai tujuan lembaga. Sudah saatnya dikenalkan
manajemen konflik yakni suatu upaya untuk mengelola dan menggerakkan berbagai
sumber dan elemen yang terlibat dalam konflik untuk mencari jalan penyelesaian
dalam rangka mencapai tujuan.
Manajemen konflik semacam
keterampilan memainkan peran dan tindakan guna mencari solusi terbaik bagi yang
terlibat konflik. Untuk itu dibutuhkan dukungan keahlian berkomunikasi, agar
bisa mendudukkan dalam satu meja pertemuan yang sejajar untuk bisa memperoleh
titik temu dari beragam keinginan. Dibutuhkan kemampuan persuasif untuk
mewujudkan mediasi yang bisa diterima berbagai kalangan.
Little Jhon (1999, hal. 478)
pakar komunikasi menawarkan konsepsi tentang komunikasi langsung yang memiliki
tiga keuntungan, antara lain: pertama, komunikasi sifatnya simbolis dan tidak
mendatangkan konsekuensi yang sesungguhnya dari gerakan nyata. Kedua,
komunikasi mengubah kemungkinan gerakan dan bisa mengurangi tingkat persaingan
dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Ketiga, komunikasi bisa menghasilkan
perubahan orientasi dari pihak-pihak yang terlibat terhadap masalah. Dengan
komunikasi bisa langsung membujuk atau mengubah apa yang ingin dilakukannya.
Komunikasi merupakan cara untuk
mencoba sebuah pemikiran ketimbang melakukan gerakan yang mungkin belakangan
akan disesali. Dengan saling berkomunikasi segala kepentingan yang menemui
jalan buntu akan mampu dimengerti dan dipahami pihak lain. Hal ini akan lebih
baik daripada melakukan gerakan untuk memaksakan kepentingannya yang sering
dibayar mahal secara sosial politik.
Pengaruh
lain dari Komunikasi dalam organisasi:
Melalui proses interaksi para
anggota organisasi memeriksa eksistensi kepercayaan, dukungan, keterbukaan,
penyuluhan, perhatian dan keterusterangan.Adapun yang menajdi pengaruh iklim
komunikasi organisasi: I1) untuk bersikap jujur dalam bekerja, 2) untuk meraih
kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, 3) untuk mendukung para rekan
dan anggota organisasi lainnya, 4) untk melaksanakan tugas secara kreatif, dan
5) untuk menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan
operasinya.
Jadi dalam menangani sebuah organisasi agar tidak menghambat kerja0kerja organisasi adalah
dengan:
- Membangun komunikasi yang intens dengan pihak yang ada dalam organisasi.Jangan sampai mis-comunication.
- Pemimpin/Manajer harus sensitif dan tanggap apapun segala gejala dan perilakuatau masalah yang dialami oleh anggota tim lainnya.
- mengecek beberapa masalah/konflik yang ada dalam organisasi dengan investigasi, apakah pokok masalahnya bagi organisasi atau tidak. Jangan sampai salah mendiagnosa masalah, maka pengobatannya/media penyelesaiannya salah/tidak tepat.Kalau salah obat maka akan menimbulkan penyakit-penyakit baru.
- Seorang Pemimpin dalam organisasi harus mampu membaca kemampuan yang berbeda-beda dalam diri anggotanya.Sehingga dalam penempatan beban dan tugasnya sesuai dengan kemampuan orangnya.Kalau tidak maka akan mnjadi konflik yang sangat menggunggu orgaisasi dan beban orang tersebut.
- Mengarahakan organisasi dengan program-program yang bisa memberikan pemahaman/ pendidikan dan pelatihan tentang kepemimpinan dan manajemen organisasi.
- Tim kerja harus saling memahami sifat dan watak masing-masing, dengan membangun Hubungan emosional yang erat antara tim.”, Kenalilah musuhmu dan kenalilah dirimu sendiri, walau kau bertempur 100x maka kau takkan tertimpa bahaya (Sun Tze)”.
- Seorang Pemimpin dalam menyelesaikan konflik antar personal dalam organisasi tidak boleh berat sebelah, atau memihak salah satu.Karena itu melahirkan posisi yang tidak adil.”,Akan terang jika mendengarkan kedua belah pihak, gelap kalau hanya hanya mepercayai sepihak saja”.berat sebelahan, itu tidak benar.Pemimpin harus bersifat arif dan bijak serta tegas dalam menyikapi dan mengambil keputusan atau dalam menyikspi konflik-konflik yang ada.Jangan menyikapi konflik degan reaksioner, tanpa ada pembacaan dan analisa terhadap konflik tersebut.
- Dibutuhkan Keprofesionalan kita dalam mengatur dan memilah mana konflik organisasi dan mana konflik pribadi.Jangan sampai dicampur-adukkan konflik itu mnjadi gado-gado.
**Sekian Selamat Mencoba**
[1] Materi Pelatihan kepemimpinan & Manajemen
Mahasisiswa. Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesi
(ISMKMI).Fakultas Kesehatan Masyarakat UNTB. Minggu 15 April 2007. 09.00-10.00 AM
[2] Fasilitator
materi Manajemen Konflik.Mahasiswa FKIP Unram.Sekjend HMP2K-UM 2005.Kaderbang
Pers Mahasiswa “Pena Kampus” FKIP Unram 2006-2007. Sekjend Serikat Mahasiswa Indonesia
cabang Mataram (SMI-Cab Mtrm) 2006-2007
[3] Kutipan dari Ritha f. dalimunthe, se, msi, cd. dalam
makalah:Pengertian manajemen Konflik.jurusan
manajemen fakultas ekonomi universitas Sumatera utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar