Jumat, 28 September 2012

MANAJEMEN KONFLIK GERAKAN MAHASISWA


Manajemen Konflik Dalam Organisasi Mahasiswa[1]
By: Kamusiah[2]

1. Pendahuluan
DALAM kehidupan umat manusia komunikasi dan konflik telah menjadi bagian dari keniscayaan sejarah yang dilaluinya. Dalam kehidupan kita sehari-hari atau selalu berproses yang tidak terlepas dari konflik, tapi akan  penuh konflik, apabila konflik tidak dikelola dengan baik, dan akan merembet jadi konflik horisontal antar pendukung dan kontra pada  kelompok2 dalam komunitas itu. Ketika suatu konflik muncul didalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
 Seorang manajer atau pemimpin harus menguasai yang namanya pemahaman konflik. Karena kalau salah kita menyikapi sebuah konflik itu akan sangat berdampak sangat besar, sebab konflik itu mudah merambat kemana-mana dan pada segala lini. Oleh karena itu bagaimana kita mengelola konflik tidak menjadi penghambat dari aktivitas kita, dan mengarahkan konflik menjadi peluang untuk kesuksesan kita jadi kita harus benar-benar tahu yang dimaksud dengan konflik itu sendiri, bagaimana konflik itu muncul dalam suatu organisasi, dan yang paling penting, tehnik-tehnik untuk memanage dan menyelesaikan konflik yang disebut dengan istilah Manajemen Konflik.

2. Manajemen Konflik
      a. Pengertian Manajemen
Seperti juga istilah lain dalam ilmu sosial, ada lebih dari satu definisi mengenai manajemen. Salah satu definisi manajemen sebagaimana dicatat Encyclopedia Americana berbunyi " the art of coordinating the ele-ments of factors of production towards the achievement of the purposes of an organization" (seni mengkoordinir ele-ments faktor-faktor produksi ke arah prestasi tujuan dari suatu organisasi). Pencapaian sasaran organisasi terjadi melalui penggunaan manusia (men), bahan produksi (materials), dan mesin (machines).
Namun demikian, benang merah pengertian manajemen adalah bahwa ma-najemen merupakan proses koordinasi berbagai sumberdaya organisasi  (men, ma-terials, machines) dalam upaya mencapai sasaran organisasi. Manajemen diperlukan bukan hanya bagi usaha yang mengejar laba (bisnis) namun juga bagi usaha nirlaba (seperti sekolah) sejauh usaha tersebut mempunyai sasaran. Paradigma ini dikenal sebagai classical goal paradigm[3]. Maka dengan sederhananya kita memahami manajemen adalah Pengelolaan/mengelola, menyikapi dan mengatur segala hal yang terangkai dalam suatu sistem sehingga bisa berjalan dan bekerja secara fungsionalis.
      b. Konflik & definisinya
Konflik adalah suatu proses yang wajar terjadi dalam suatu kelompok  atau masyarakat. Konflik didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut (Minnery 1985, hal.35)[4]. Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of  tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan  sikap oposisi antara kedua belah pihak, sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan.
Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).

3. Konflik sebagai  suatu Proses
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain sebagai berikut :
1. Antecedent Conditions or latent Conflict
Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, Tekanan dari seorang ketua terhadap depertemen Keuangan untuk menekan biaya, bisa menjadi sumber frustasi ketika Depertemen lainnya ingin agar beberapa kebutuhan dan fasilitas dipenuhi guna membantu kerja-kerja mereka. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.
2. Perceived Conflict
Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila seorang ketua dan depertemen lainnya saling memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah kebutuhan yang mendesak dalam organisasi,dan itu dapat mempermudah dan membantu kesuksesan organisasi, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut.
3. Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
4. Manifest Conflict
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
5. Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua belah pihak menghindari terjadinya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain.
6. Conflict Alternatif
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimalisir konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik.

4. Jenis dan Bentuk Konflik
   1. Tingkat Konflik (levels of conflict)
Konflik yang timbul dalam suatu lingkungan Organisasi/pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan:
*      Konflik dalam diri individu itu sendiri.
Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus overload yaitu dimana ia dibebani dengan tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik. Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku Psychology for Management:
1. Appriach-approach conflict, yaitu situasi dimana seseorang harus memilih salah satu di antara beberapa alternatif yang sama baiknya.
2. Avoidance-avoidance conflict, yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah satu di antara beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya.
3. Approach-avoidance conflict, merupakan suatu situasi dimana seseorang terdorong oleh keinginan yang kuat untuk mencapai satu tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan selalu terhalang dari tujuan tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak bisa lepas dari proses pencapaian tujuan itu sendiri.
4. Multiple aproach-avoidance conflict, yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa dihadapkan pada kasus kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict.
*      Konflik interpersonal.
Merupakan konflik antara satu individual dengan individual yang lain. Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun emotional, bahkan merupakan kasus utama dari konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam hal hubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri
*      Konflik intergrup
Konflik intergrup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus di-manage sebaik mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensi disfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul.
*      Konflik interorganisasi.
Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan yang timbul di antara perusahaan-perusahaan swasta. Konflik interorganisasi sebenarnya berkaitan  dengan isu yang lebih besar lagi, contohnya perselisihan antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya konflik melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan, bukan hanya sub unit-internal atau group.

2. Bentuk-Bentuk Konflik
Salah satu jenis konflik adalah konflik organisasi:
Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar dimana pembagian kerja terjadi didalamnya sering  timbul konflik antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi.Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut.
Organisasi dapat  diartikan sebagai sebuah struktur dari  hubungan interaksi, kekuatan, sasaran, aturan, kegiatan, komunikasi dan factor lain yang ada pada saat orang-orang bekerja sama.Tujuan dan struktur organisasi ini tidak berubah ketika ada perubahan orang-orang yang mengatur organisasi tersebut.Oleh karena itu diperlukan kerja sama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan  konflik yang terjadi.

5. Sumber-sumber dan Penyebab terjadimya Konflik
      a. Sumber-sumber Konflik
a.   Kebijkan sebagai sumber konflik
Kebijakan publik yang berarti suatu hal yang akan dikerjakan atau sebuah larangan yang dibuat oleh pemerintah.Kebijakan inilah yang selanjutnya sering menimbulkan persoalan sampai menjadi sebuah konflik.Timbulnya konflik dari sebuah kebijakan dapat terjadi karena adanya pihak-pihak dalam penentuan kebijakan tersebut dimana tidak semua pihak dapat terakomodasi dengan kebijakan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan dasar yang berupa perbedaan tujuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, karena:
  1. Substansi kebijakan yang mana dapat saja tidak diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
2.       Adanya  individu dan atau pihak yang mempunyai akses lebih terhadap kebijakan tersebut sehingga ada pihak yang tidak terakomodasi dengan kebijakan tersebut. Oleh karena itu dalam penentuan kebijakan itu sendiri harus melalui tahap-tahapnya.

b. Sumber-sumber konflik lainnya:
Ross (1993) mengemukkan dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok. Kedua sumber Konflik itu adalah:
1. Teori Struktur Sosial menekankan pada persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah konflik.
Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur sosial akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolidasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut.Disisi lain struktur social ini berhubungan erat dengan  teori kelompok elit yang mana konflik sangat sering terjadi dalam hal ini.
2. Teori Psychocultural menekankan pada konflik sebagai kekuatan psikologi dan cultural.Teori ini menunjukkan bahwa suatu pihak perlu memperhitungkan kejadian  ekseternal  pihak lain.Oleh karena itu kondisi social dan hubungan dengan pihak lain menjadi suatu hal penting untuk diperhatikan dalam menghadapi konflik ini karena kondisi psikologis dan cultural ini merupakan sebuah kekuatan nyata.

      b. Faktor penyebab terjadinya Konflik
Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu karateristik individual, beberapa kondisi umum yang muncul diantara orang-orang dan group, serta desain dan struktur organisasi itu sendiri.
Karakteristik Individual
Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat melibatkan seseorang dalam konflik:
*      Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs).
Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di antara individual dan group dalam suatu organisasi.
*      Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerja sama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hal ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut.
*      Perbedaan Persepsi (Persptual Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya  saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga nganggap kita tidak bersahabat, sehingga potensial terjadinya konflik muncul dengan sendirinya. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan men-stereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.

Faktor Situasi
Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact) Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya konflik bahkan semakin meningkat.

*            Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus)
Ada banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum.Tetapi banyak pula hal dimana tiap-tiap departemen harus melakukan konsensus bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik.]
*            Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another)
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, langsung yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul. Perbedaan Status (Status Differences) apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul.
*            Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)
Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.
*            Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous tesponsibilites and Jurisdictions)
Orang- orang dengan jabatan dan tanggung ajwab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar.

6. Penyelesaian dan Pengelolaan Konflik Dalam Organisasi
Dalam menyeleaikan konflik, salah satu cara yang ampuh adalah Komunikasi. Berbagai bentuk konflik di tengah masyarakat merupakan sesuatu yang tak perlu dihindari, sebab dengan konflik menjadikan manusia lebih dinamis dan proses komunikasi akan syarat dengan pesan yang berbobot. Konflik sebagai keniscayaan sejarah maka mau tak mau harus dicari penyelesaian dan jalan terbaik untuk segera mengakhiri konflik. Melihat kompleksitas persoalan penyebab konflik tidak ada jalan lain kecuali mengoptimalkan fungsi dan peran komunikasi di dalamnya. Ibarat institusi maka berbagai elemen yang terlibat konflik merupakan keragaman sumber daya yang perlu dikelola untuk mencapai tujuan lembaga. Sudah saatnya dikenalkan manajemen konflik yakni suatu upaya untuk mengelola dan menggerakkan berbagai sumber dan elemen yang terlibat dalam konflik untuk mencari jalan penyelesaian dalam rangka mencapai tujuan.
Manajemen konflik semacam keterampilan memainkan peran dan tindakan guna mencari solusi terbaik bagi yang terlibat konflik. Untuk itu dibutuhkan dukungan keahlian berkomunikasi, agar bisa mendudukkan dalam satu meja pertemuan yang sejajar untuk bisa memperoleh titik temu dari beragam keinginan. Dibutuhkan kemampuan persuasif untuk mewujudkan mediasi yang bisa diterima berbagai kalangan.
Little Jhon (1999, hal. 478) pakar komunikasi menawarkan konsepsi tentang komunikasi langsung yang memiliki tiga keuntungan, antara lain: pertama, komunikasi sifatnya simbolis dan tidak mendatangkan konsekuensi yang sesungguhnya dari gerakan nyata. Kedua, komunikasi mengubah kemungkinan gerakan dan bisa mengurangi tingkat persaingan dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Ketiga, komunikasi bisa menghasilkan perubahan orientasi dari pihak-pihak yang terlibat terhadap masalah. Dengan komunikasi bisa langsung membujuk atau mengubah apa yang ingin dilakukannya.
Komunikasi merupakan cara untuk mencoba sebuah pemikiran ketimbang melakukan gerakan yang mungkin belakangan akan disesali. Dengan saling berkomunikasi segala kepentingan yang menemui jalan buntu akan mampu dimengerti dan dipahami pihak lain. Hal ini akan lebih baik daripada melakukan gerakan untuk memaksakan kepentingannya yang sering dibayar mahal secara sosial politik.
Pengaruh lain dari Komunikasi dalam organisasi:
Melalui proses interaksi para anggota organisasi memeriksa eksistensi kepercayaan, dukungan, keterbukaan, penyuluhan, perhatian dan keterusterangan.Adapun yang menajdi pengaruh iklim komunikasi organisasi: I1) untuk bersikap jujur dalam bekerja, 2) untuk meraih kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, 3) untuk mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya, 4) untk melaksanakan tugas secara kreatif, dan 5) untuk menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya.
      Jadi dalam menangani sebuah organisasi agar tidak  menghambat kerja0kerja organisasi adalah dengan:
  1. Membangun komunikasi yang intens dengan pihak yang ada dalam organisasi.Jangan sampai mis-comunication.
  2. Pemimpin/Manajer harus sensitif dan tanggap apapun segala gejala dan perilakuatau masalah yang dialami oleh anggota tim lainnya.
  3. mengecek beberapa masalah/konflik yang ada dalam organisasi dengan investigasi, apakah pokok masalahnya bagi organisasi atau tidak. Jangan sampai salah mendiagnosa masalah, maka pengobatannya/media penyelesaiannya salah/tidak tepat.Kalau salah obat maka akan menimbulkan penyakit-penyakit baru.
  4. Seorang Pemimpin dalam organisasi harus mampu membaca kemampuan yang berbeda-beda dalam diri anggotanya.Sehingga dalam penempatan beban dan tugasnya sesuai dengan kemampuan orangnya.Kalau tidak maka akan mnjadi konflik yang sangat menggunggu orgaisasi dan beban orang tersebut.
  5. Mengarahakan organisasi dengan program-program yang bisa memberikan  pemahaman/ pendidikan dan pelatihan tentang kepemimpinan dan manajemen organisasi.
  6. Tim kerja harus saling memahami sifat dan watak masing-masing, dengan membangun Hubungan emosional yang erat antara tim.”, Kenalilah musuhmu dan kenalilah dirimu sendiri, walau kau bertempur 100x maka kau takkan tertimpa bahaya (Sun Tze)”.
  7. Seorang Pemimpin dalam menyelesaikan konflik antar personal dalam organisasi tidak boleh berat sebelah, atau memihak salah satu.Karena itu melahirkan posisi yang tidak adil.”,Akan terang jika mendengarkan kedua belah pihak, gelap kalau hanya hanya mepercayai sepihak saja”.berat sebelahan, itu tidak benar.Pemimpin harus bersifat arif dan bijak serta tegas dalam menyikapi dan mengambil keputusan atau dalam menyikspi konflik-konflik yang ada.Jangan menyikapi konflik degan reaksioner, tanpa ada pembacaan dan analisa terhadap konflik tersebut.
  8. Dibutuhkan Keprofesionalan kita dalam mengatur dan memilah mana konflik organisasi dan mana konflik pribadi.Jangan sampai dicampur-adukkan konflik itu mnjadi gado-gado.

**Sekian Selamat Mencoba**


[1] Materi Pelatihan kepemimpinan & Manajemen Mahasisiswa. Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesi (ISMKMI).Fakultas Kesehatan Masyarakat UNTB. Minggu 15 April 2007. 09.00-10.00 AM
[2]  Fasilitator materi Manajemen Konflik.Mahasiswa FKIP Unram.Sekjend HMP2K-UM 2005.Kaderbang Pers Mahasiswa “Pena Kampus” FKIP Unram 2006-2007. Sekjend Serikat Mahasiswa Indonesia cabang Mataram (SMI-Cab Mtrm) 2006-2007
[3] Kutipan dari Ritha f. dalimunthe, se, msi, cd. dalam makalah:Pengertian manajemen Konflik.jurusan manajemen fakultas ekonomi universitas Sumatera utara
[4] Dikutip dalam  Makalah Manajemen Konflik  Pers Mahasiswa Jombang. 27 Sep 2006.12:11 AM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar