Jumat, 28 September 2012

BUKU MERAH (2)


SEJARAH PERJUANGAN (PERS) MAHASISWA[1]

Pada zaman pra kemerdekaan, peran mahasiswa sangat strategis, sebagai kaum intelektual sumbangannya terhadap perjuangan dalam memeperebutkan kemerdekaan sangat besar. Yaitu sebagai penyebar semangat nasionalisme bagi masyarakat untuk berjuang dalam memperebutkan kemerdekaaan. Salah satui sarana yang dipakai adalah beberapa tulisan, artikel, maupun pidato pada saat pertemuan-pertemuan. Keadaan ini mulai mengendor pada zaman jepang karena situasi yang tidak memungkinkan, namun propaganda yang dilakukan mahasiswa terus dilakukan. Banyak para pahlawan kemerdkaan dipenjara oleh penjajah (belanda dan jepang), karena menulis artikel di surat kabar atau selebaran yang isinya mengajak masyarakat untuk bersatu dalam memperebutkan kemerddekaan seperti bung karno, hatta, syahrir, agus salaim, dan lainnya.
Pasca kemerdekaan, (1945-an) perjuangan mahasiswa Indonesia praktis terfokus pada perjuangan dan mempertahankan kemerdekaaan. Seperti ikut tergabung dalam kesatuan perang, sebagai pendukung perang, dan sebagai penengah dalam perundingan dengan Belanda. Sampai tahun 1950, mahasiswa terus terlibat dalam memepertahankan kemerdekaan.
Yang paling tersa sampai saat ini adalah perjuangan mahasiswa dalam pembubaran G-30 S PKI dalam pada tahun 1965 bersama tentara mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut pemerintah membubarkan gerakan dan organisasi PKI di Indonesia. Kondisi ini berhasil karena di dukung oleh masyarakat. Selanjutnya, perjuangan mahasiswa disalurkan lewat beberapa aksi, demo dan advokasi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin sampai sekarang. Juga yang paling fenomenal adalah perjuangan menumbangkan rezim soeharto pada tahun 1998 yaitu dengan lahirnya reformasi. Mahassiswa bersama masyarakat turun ke jalan-jalan dan menduduki gedung DPR/MPR perjuangan mahasiswa juga dilakukan oleh organisasi-organisasi, baik yang ada dikalangan kampus (intern) seperti organisasi pers mahasiswa (persma), kelompok diskusi, pengkaji dan lainnyua maupun luar kampus (ekstern) seperti HMI, KAMMI, PMII, PPMI, dan lainnya.

Persma bagian dari alat perjuangan mahasiswa
Kalangan majasiswa yang tergabung dalam persma juga tidak sedikit menyumbang pikiran dan tenaga dalam mengisi kemerdekaan untuk mengawal pembangunan. Mulai tahun 45-an kalau dilihat dari fungsinya, persma tidak banyak berbuat karena kondisinya dalam keaadaan perang dan pada waktu itu semuanya elemen masyarakat ikuit terlibat dalam mempertahankan kemerdekaan. Kemudian emasuki tahun 50-an warna intelektualisme sangat kuat. Ini dipengaruhi oleh zaman demokrasi liberal dan awal demokrasi terpimpin. Di beberapa kota mulai muncul terbitan-terbitan mahasiswa seperti di Bandung, Jakarta, Jogjakarta, dan Surabaya. Sempat pada tahun 1958, organisasi persma tingkat nasional terbentuk, dengan nama ikatan pers mahasiswa Indonesia (IPMI). Memasuki tahun 60-an senua organisasi masyarakat (organisasi pemuda) termasuk persma, kalau mau ikut dalam percaturan Negara, dianjurkan untuk berintegrasi dengan salah satu partai politik, ini merupakan kebijakan presiden soekarno pada waktu itru. Beberapa orang anggota IPMI akhirnya masuk ke partai politik, jalan ini dilakukan supaya mereka bias ikut berpartisipasi dalam percaturan politik nasional, sedangkan terbitan-terbitan mahasiswa tetap bersuara kritis terhadap kondisi sekitarnya.
Puncaknya adalah peristiwa 30 september 1965, persma betul-betul sebagai media yang menyuarakan demokrasi, dengan memaparkan kondisi Negara pada waktu itu, ini terbukti dengan bermunculannya terbitan persma, seperti mahasiswa Indonesia, harian kami, mimbar demokrasi, dan gelora mahasiswa Indonesia. Pada tahun 1965, aktivis persma juga ikut menggalang kekuatan mahasiswa dalam membubarkan PKI. Awal orde baru, persma terus menyuarakan kekritisannya terhadap pemerintah, sampai terjadi peristiwa Malari (1974). Pemerintah mulai merintangi kegiatan mahasiswa termasuk aktivis pers mahasiswa, yaitu dengan menagkap pimpinan-pimpinan lembaga penerbitan mahasiswa yang yang ditengarai (diindikasikan) sebagai oposisi.
Perjuangan persma betul-betul dibikin tak berdaya oleh pemerintah, namun dibalik itu mulai bermunculan pers ma (lembaga Penerbitan Mahasiswa/LPM) baru, karena dukunga dari institusi (perguruan Tinggi0 tempat bernaung, terutama masalah dana. IPMI yang sebagai organisasi persma mulai melakukan aksinya dengan melakukan berbagai kegiatan maupun pelatihan-pelatihan. Menjamurnya persma menyebabkan persma menyebabkan pemerintah gerah, yang sampai pada akhirnya mengeluarkan kebijakan NKK/BKK (Normalisasi kegiatan Kampus/Badan koordinasi Kampus). Dengan dikelurkannya NKK/BKK, praktis kegiatan mahasiswa mulai berkurang termasuk aktivitas persma. Begitu juga dengan IPMI, karena maslaha intern yang berkepanjangan menyebabkan organisasi ini tidak bias membantu LPM yang terkena masalah.
Memasuki tahun 80-an kehidupan persma skala nasional masih dingin, LPM sibuk dengan kegiatannya masing-masing, sedangkan IPMI sudah tidak bias membantu lebih banyka, apalagi keindependensiannya dipertanyakan oleh pemerintah dan anggotanya, bahkan setelah Kongres di Jakarta (1982), IPMI diminta bergabung dengan KNPI – organisasi buatan pemerintah - , tetapi karena anggotanya banyak yang menolak, maka pemerintah melarang IPMI untuk kongres berikutnya. Alas an pelarangan ini tidak jelas. Juga pada waktu itu, pengurus IPMI banyak terlibat dalam persoalan politik.
Akhir tahun 80-an, persma mulai bermunculan lagi, begitu juga dengan kegiatannya yang banyk menyenggol kebijakan pemerintah, bahkan para aktivis persma terang-terangan menanyakan status IPMI yang dibredel oleh pemerintah. LPM-LPM yang muncul seperti akademi (Unud, Bali), Tegalboto (Unej, jember), Solidaritas (IAIN Surabaya), Balairung (UGM Jogja), Jumpa (Unpas, bandung) Detiktika (UIN Jakarta), Teknokra (Unilam Lampung), Bahana Mahasiswa (Unsri, Riau), Catatan Kaki (Unhas Makasar), KKM Media (Unram, Mataram), dan lainnya. Kegelisahan para aktivis pers ini mulai membuahkan hasil, yaitu pada pertemuan persma se-Indonesia di Malang (1992) yang akhirnya membentuk Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang merupakan reinkarnasi IPMI.
Perjuang PPMI mulai Nampak. Keadan ini didukung dengan kondisi persma sendiri, yang dengan kekreatifan para aktivisnya, baik dalam mencari berita dan sumber berita, sehingga pers mahasiswa bias didengar oleh institusi tempat bernaung maupun oleh pemerintah dan masyarakat. Sebutan pers alternative pun diberikan oleh masyarakat umum, yang secara ilmiah pers alternative sulit dimaknakan. Namun oleh masyarakat diartikan sebagai suatu terbitan yang lebih berani dari pers umum, dari segi beritanya. Kondisi yang demikian terjadi sampai akhir 90-an.
Dalam satu nada itulah persma sesekali menunjukkan tajinya dengan mengoper dan mengambil peran yang semstinya diambil oleh pers umum. Dengan strategi gerilya bawah tanah, persma sedikit banyak mampu mengobati kerinduan public atas perlu hadirnya informasi penuh warna dan bermutu. Namun lambat laun, baik persma amaupun umum, banyka gulung tikar atau ditutup paksa secara semena-mena oleh penguasa dengan dalih stabilitas nasional.

Kondisi persma dan arah perjuangannya
Dengan lahirnya era reformasi 1998, yang kemudian pemerintah memberikan kebebasan penuh kepada insane pers baik umum atau terbitan mahasiswa, mengakibatkan perubahan yang luar biasa terhadap terbitan di Indonesia apakah itu berita yang disampaikan betul atau tidak. Apalagi dengan dicabutnya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), tak terbayang jumlah terbitan yang muncul, dari hasil survey sebuah LSM, sampai awal tahun 2000 sekitar 1500 terbitan muncul, yang sebelumnya era reformasi hanya sekitar 250 terbitan. Ini adalah sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Munculnya terbitan bagai jamur tersebut akhirnya satu persatu mulai gulung tikar, masyarakat pun mulai bias membedakan mana media yang bermutu dan mana media yang asal-asalan. Memang akhir-akhir ini, pers umum masih didominasi oleh tingginya tarik suara anta relit politik, saling tuduh, bahkan menjatuhkan sampai komentar beberapa tokoh mengenai kondisi social ekonomi dan politik, membuat pembaca ata7u masyarakat tambah bingung. Untungnya tidak semua pers umum demikian, namun sebagian besar menampilkan berita yang memprovokasi masyarakat.
Untuk mencapai tujuannya secara nasional, persma juga ikut mendorong tercapainya budaya demokrasi Indonesia dan terus menyuarakan kebebasan pers; ini merupakan dasar perjuangan atau visi misi dari persma. Dalam mencapai target tersebut, sertingkali persma terbentur dengan berbagai kendala, baik dari internal maupun eksternal persma sendiri. Namun karena mahasiswa masih memiliki idealisme yang kuat, keyakinan untuk mencapai misi dasar tersebut tetap terbuka. Idealisme disini menurut Agus Sudibyo diistilahkan juga sebagai ideology, yaitu kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya, sedangkan persma sendiri memaknai idealisme adalah kerangka dasar dalam melakukan perjuangan untuk mencapai tujuan bersama.
Persma adalah alat perjuangan, bukan kenaikan oplah dan peningkatan mutu pemberitaan yang menjadi prioritas, tetapi bagaimana persma menjadi wadah rembug bersama, yang pesannya bias menembus dinding-ding pengelompokan yang primitive, apapun wujud pengelompokan itu. Untuk itu persma seharusnya tidak bersaing dari komunitas masyarakat yang melingkupiya. Sebaliknya, ketika pers umum dan berkotak-kotak mengupas isu yang sama, persma harus menjadi mediator bagi bertemunya gagasan dan pendapat public, untuk kemudian dicarikan solusi memihak yang lemah.
Ketika control politik diambil alih m,edia umum, persma bias menjadi komoditi papers, yaitu pers yang melayani kebutuhan segmen (komunita) yang jelas. Persma harus menjadi pelayan dan pemuas kebutuhan komunitasn6ya. Perlu diingat, dalam perjuangan (berbisnis/berusaha), ada kredo klasik “jangan menentang selera/ kemauan pasar”. Meskipun sebuah produk sebetulnya bias mendikte pasar. Jika memang itu yang menjadi orientasi, tak ada pilihan lain bagi persma yaitu harus memegang teguh idealisme pers mahasiswa.




1 Materi Bab I ini adalah tulisan Saiful Muslim, S.Pt. (mantan Sekjen PPMI dan Pemimpin Umum KKM Media Unram) dengan judul asli “Perjuangan “Pers” Mahasiswa Pra Dan Pasca Kemerdekaan”, yang disampaikan dalam Seminar Nasional pada tanggal 23 juli 2009 yang diselenggarakan oleh UKPKM MEDIA Universitas Mataram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar