Jumat, 28 September 2012

PENYAKIT CALON PEMIMPIN KITA


PENYAKIT CALON PEMIMPIN KITA[*]

Sengaja kepala tulisan ini aku tulis dengan kata provokatif agar yang membaca dan merasa ditohok uluhati kesadarannya terperangah, terkesima, terkaget-kaget, dan (semoga) mulai sadar diri.
Aku ingin bicara fakta, soal calon-calon pemimpin kita di masa mendatang, yang sekarang mendermakan diri di lembaga-lembaga mahasiswa, yang mengaku sebagai aktivis mahasiswa, yang merasa diri pemimpin mahasiswa, pejabat mahasiswa, wakil mahasiswa, penyambung lidah mahasiswa, de el el.
Pertama dan utama, aku hendak bicara soal kritik-mengeritik. Yang mengaku aktivis atau sering turun jalan atau cerdas dan ksatria, pemberani, dan idealis, yang kesal dengan tingkah-polah birokrat, pejabat, penguasa, yang sewenang-wenang, pasti mengerti hakikat “kritik”. Ya, kita, kalian, berteriak-teriak di jalanan, mendengung-dengungkan tuntutan lewat megapon di tangan, lewat tulisan-tulisan di selebaran, atau lewat media apa pun. Apa pasal? Sebab kita, kalian telah menganggap objek kritik salah langkah, menyeleweng, tidak menjalankan amanat, lupa diri, dan bla, bla, bla. Aku acungkan dua jempol. Salut.
Tapi kenyataan sangat berbeda, ketika calon-calon pemimpin kita duduk di lembaga mahasiswa, baik ekskutif (BEM) maupun legislative (DPM), maupun pembela-pembelanya. Apa yang diperbuat? Mereka tak lain dari pada personifikasi dari ketulian, kegaguan – aku tidak menyebut kebisuan, sebab aku tahu mereka bisa bicara, namun tanpa logika - , dan kebutaan.
Tuli. Teguran (padanan kata dengan konotasi ‘berakhlak’ untuk “kritik”) dari orang lain (mahasiswa; yang notabene mereka sebut pemilik kedaulatan) tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting. Alih-alih respek, yang diperlihatkan adalah sikap defensive dengan melakukan pembelaan-pembelaan yang tak logis dan penuh prasangka. Sikap yang lain adalah, menganggap kritik sebagai sesuatu yang tak perlu ditanggapi. Sebuah resolusi konflik yang membesarkan api dalam sekam. Sikap yang diperlihatkan tak lebih dan tak bukan dari pada sikap pejabat Negara yang sering diperolok oleh mereka sendiri, yang ternyata sebagai pewaris sejati.
Gagu. Kelainan lain dari calon pemimpin kita adalah ketidakmampuan melakukan komunikasi massa. Ia tidak belajar banyak dari konflik-konflik yang terdahulu, malah mengedepankan ego organisasi asal. Pembelaan-pembelaan yang dilakukan calon pemimpin kita beserta pembela-pembelanya yang pintar memuji kolega dan mencemooh para pengeritik, tak lain dari pada pembelaan yang menyesatkan. Pembela-pembelanya membuat analisis-analisis dangkal dari kejadian-kejadian yang dilihat sepintas lalu dengan dua bola mata, bukan dengan mata logikanya. Alhasil, konflik antar mahasiswa dan pemimpin lembaga mahasiswa beserta para pembelanya semakin meruncing.
Buta. Abnormalitas yang menjangkiti sebagian besar pemimpin di negeri ini ternyata juga dipelajari dengan seksama oleh calon pemimpin kita, yang menimba ilmu untuk menjadi pejabat-pejabat negara. Fakta berlangsungnya konflik antar dua arus pemikiran yang terus memuncak dan cenderung negative di dalam kampus, dipandang seolah-olah tidak pernah terjadi dan tidak pernah ada. Calon-calon pemimpin itu, kemudian larut dengan program-program lembaga, merumuskan Peraturan Mahasiswa; proyek yang dianggapnya prestisius dan bersejarah. Entah bersejarah untuk siapa. Dan pula siapa yang hendak diatur dan untuk apa, tak kita tahu sama sekali, selain mereka bilang mereka sedang disibukkan dengan itu. Lalu ketika disarankan agar peka dengan aspirasi dan kondisi kampus, dan segera mengambil sikap, calon-calon pemimpin bilang: “Kerjaan kalian ngeritik gak jelas” atau “nanti kita cari waktu luang. Kami masih punya banyak agenda”.
Malang nian nasib kampus kita. Melahirkan para pewaris ketulian, kegaguan, dan kebutaan. Tiga penyakit calon pemimpin kita ini, semoga cepat sembuh. Terapinya cukup dua kata: SADAR DIRI.


[*] Tulisan ini terinspirasi dari konflik berkepanjangan di dua grup facebook mahasiswa Universitas Mataram; Grup 1000 Facebooker Bekukan (Bubarkan) DPM UNRAM dan Grup DPM Unram beberapa waktu yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar