Jumat, 28 September 2012

SOAL INDEKS DEMOKRASI KITA


SOAL INDEKS DEMOKRASI KITA
Oleh: Ramli
(Mantan Pemimpin Umum Koran Kampus Mahasiswa MEDIA Universitas Mataram)


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang rendah (64,12) atau lebih dua belas digit di belakang koma dengan Papua (BPS, 2010), mungkin sudah umum didengar masyarakat. Tapi bagaimana jika ada laporan yang menyebutkan Indek Demokrasi (ID) NTB adalah terendah secara nasional? Lagi-lagi kita bersaing dengan Papua yang berada di urutan atas (Bappenas & UNDP, 2011). Reaksi berbagai pihak beragam.
Acap kali sebagian orang menyangsikan dan bersikap skeptis terhadap data-data yang memposisikan kepentingannya berada pada posisi yang mengecewakan. Adalah logis untuk melakukan penolakan jika data-data tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kelembagaan. Lalu bagaimana jika data tersebut adalah data riil yang merefleksikan keadaan yang sebenarnya di lapangan?
Berdasarkan hasil penelitian Bappenas dan UNDP yang didukung Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pusat Statistik merilis, Indeks Demokrasi NTB berada pada posisi paling bawah (58,12). Bahkan NTB adalah satu-satunya provinsi yang dikategorikan dalam low performing democracy (<60). Ini mungkin bagi sebagian kalangan terkesan mengada-ada, tidak valid, bahkan data yang sengaja direkayasa untuk kepentingan tertentu. Tapi itulah faktanya. Angka yang dihasilkan dari sebuah kerja berdasarkan metodologi ilmiah.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakan angka-angka yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan beberapa aspek tertentu dari demokrasi. Aspek-aspek yang dikaji dalam pengukuran indeks ini adalah Kebebasan Sipil (civil liberties), Hak-hak Politik (political rights), dan Lembaga-lembaga Demokrasi (democracy institutions).
Ini kali kedua Bappenas dan UNDP menyusun dan merilis IDI. Sebelumnya penyusunan IDI dilaksanakan pertama kali pada 2008. Penyusunan IDI dimaksudkan untuk mengkuantifikasi perkembangan demokrasi pada tingkat provinsi yang didasarkan atas variabel dan indikator yang jelas. Harapannya, IDI dapat dijadikan acuan oleh pemerintah provinsi dan masyarakat untuk menentukan arah pembangunan politik dan demokrasi di daerah. Di tingkat nasional, pemerintah menetapkan IDI sebagai target sektoral dalam RPJMN 2010-2014.
Pihak yang menentang data ini berusaha membandingkannya dengan tingkat partisipasi pemilih di NTB dalam pemilihan umum yang berada di atas rata-rata nasional. Tapi tentu ini belum cukup untuk menyimpulkan bahwa perkembangan demokrasi di daerah berjalan dengan baik. Secara teoritis, demokrasi itu berjalan apabila terdapat relasi timbal balik yang dinamis antara negara dan masyarakat. Ini hanya akan terjadi jika negara menyiapkan ruang secara penuh untuk kebebasan sipil, hak-hak politik, dan berfungsinya lembaga-lembaga demokrasi.
Jika melihat nilai untuk masing-masing aspek yang diukur dalam penentuan IDI ini, NTB pada dasarnya tidak terlalu buruk. Untuk kebebasan sipil, NTB berada di urutan 3 dari bawah. Lalu pada penilaian aspek  hak politik berada pada posisi 8 dari bawah. Yang menggembirakan, untuk aspek lembaga demokrasi di ranking 12 belas dari bawah.
Lalu apa yang bisa dibaca dari hasil riset Bappenas tersebut? Bappenas sendiri menyimpulkan bahwa Indeks Demokrasi NTB rendah disebabkan oleh relatif rendahnya kontribusi indeks kebebasan sipil (68,05), dan lembaga demokrasi (62,48). Lebih-lebih oleh indeks aspek hak-hak politik (47,50). Data-data ini pada dasarnya merefleksikan perkembangan dan dinamika demokrasi di daerah secara objektif, karena data-data tersebut dihasilkan melalui alur dan metodologi kerja ilmiah. 
Kebebasan Sipil, Hak-hak Politik, dan Lembaga Demokrasi di NTB
Akan lebih bijak jika kita mencoba membandingkan data-data tersebut dengan fakta-fakta kasat mata,  yang selama ini terekam di media massa atau dalam ingatan kolektif kita; bagaimana aspek-aspek demokrasi tersebut berjalan di NTB.
Kebebasan sipil menyangkut kebebasan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, dan kebebasan dari diskriminasi. Kebebasan sipil bukanlah barang baru dalam kehidupan bernegara kita karena konstitusi mengatur hal tersebut secara eksplisit. Mengukur sejauh mana kebebasan sipil ini mendapat ruang, orang sering merujuk kepada fakta konflik minoritas jamaah Ahmadiyah dan kelompok mayoritas muslim di NTB. Konflik ini menjadi sorotan di tingkat nasional bahkan internasional. Selain itu, aksi represif aparat keamanan dan militer dalam menangani aksi massa juga memberikan kontribusi signifikan dalam melorotkan posisi kebebasan sipil di NTB.
Lalu aspek pemenuhan hak-hak politik warga, yang secara garis besar menyangkut hak memilih dan dipilih; dan hak partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Beberapa kasus terkait yang sering ditemui adalah kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT). Selain itu, keterwakilan perempuan di DPRD NTB, yang hanya menempatkan 6 orang dari 55 anggota, menjadi sorotan karena kurang dari ketentuan UU.
Aspek terakhir adalah isntitusi demokrasi, yakni pemilihan umum, DPRD, partai politik, birokrasi pemerintahan, dan peradilan. Pemilihan kepala daerah di NTB tidak pernah luput dari permasalahan-permasalahan. Lalu peran DPRD provinsi dan kabupaten menjadi perhatian, karena selama ini dipandang melempem alias kerja check and balance tidak berjalan. Setali tiga uang dengan DPRD, partai politik dipandang gagal menjalankan kaderisasi kepemimpinan. Partai dikuasai oleh oligarki maupun dinasti politik. Selain itu, partai juga gagal menjalankan fungsinya yang lain yaitu pendidikan politik dan sebagai penyerap asprasi konstituen.
Ditambah lagi dengan birokrasi pemerintahan yang lamban. Dahlan Iskan bahkan melihat secara nasional birokrasi akan menjadi penghambat kemajuan jika masih bekerja lamban seperti sekarang, di saat jumlah kelas menengah Indonesia terus bertambah. Sedangkan peradilan di NTB, dalam catatan Posko Pemantauan Peradilan NTB, terdapat beberapa kasus korupsi besar divonis bebas oleh pengadilan, dan beberapa terdakwa korupsi lain hanya dihukum ringan.
Apa kaitannya demokrasi dengan kesejahteraan kita? Sejahtera hakekatnya bukan hanya ketercukupan sandang, pangan, dan pakaian. Namun juga rasa keadilan, rasa aman, dan hidup yang berkualitas secara batiniah. Atau dalam bahasa konstitusi, Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Ini hanya bisa dicapai jika prinsip-prinsip demokrasi dapat berjalan dengan baik dan benar. Karena dalam alam demokrasi memungkin warga berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan pembangunan; perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan. Ditambah dengan sistem peradilan yang independen dan bersih. Dan di sisi lain, pemerintah bersikap terbuka dan menjalankan konsep pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Dalam system demokrasi, relasi resiprokal antara state dan society ini berjalan dengan baik dan dinamis. Sebuah kondisi ideal yang sama-sama kita harapkan.
Oleh karena itu, Indeks Demokrasi ini menjadi penting karena dapat dijadikan cermin perkembangan demokrasi kita. Cermin yang terukur. Harapannya, indeks demokrasi kita terus meningkat beriringan dengan meningkatnya IPM kita. Dengan demikian, kita benar-benar menjadi daerah yang berdaya saing secara nasional. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar