SOAL INDEKS DEMOKRASI
KITA
Oleh:
Ramli
(Mantan
Pemimpin Umum Koran Kampus Mahasiswa MEDIA Universitas Mataram)
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang rendah (64,12) atau lebih dua belas digit di
belakang koma dengan Papua (BPS, 2010), mungkin sudah umum didengar masyarakat.
Tapi bagaimana jika ada laporan yang menyebutkan Indek Demokrasi (ID) NTB
adalah terendah secara nasional? Lagi-lagi kita bersaing dengan Papua yang
berada di urutan atas (Bappenas & UNDP, 2011). Reaksi berbagai pihak
beragam.
Acap kali
sebagian orang menyangsikan dan bersikap skeptis terhadap data-data yang
memposisikan kepentingannya berada pada posisi yang mengecewakan. Adalah logis
untuk melakukan penolakan jika data-data tersebut tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kelembagaan. Lalu bagaimana jika data
tersebut adalah data riil yang merefleksikan keadaan yang sebenarnya di
lapangan?
Berdasarkan
hasil penelitian Bappenas dan UNDP yang didukung Kementerian Dalam Negeri dan
Badan Pusat Statistik merilis, Indeks Demokrasi NTB berada pada posisi paling
bawah (58,12). Bahkan NTB adalah satu-satunya provinsi yang dikategorikan dalam
low performing democracy (<60).
Ini mungkin bagi sebagian kalangan terkesan mengada-ada, tidak valid, bahkan
data yang sengaja direkayasa untuk kepentingan tertentu. Tapi itulah faktanya.
Angka yang dihasilkan dari sebuah kerja berdasarkan metodologi ilmiah.
Indeks Demokrasi
Indonesia (IDI) merupakan angka-angka yang menunjukkan tingkat perkembangan
demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan beberapa aspek tertentu
dari demokrasi. Aspek-aspek yang dikaji dalam pengukuran indeks ini adalah
Kebebasan Sipil (civil liberties),
Hak-hak Politik (political rights),
dan Lembaga-lembaga Demokrasi (democracy institutions).
Ini kali kedua
Bappenas dan UNDP menyusun dan merilis IDI. Sebelumnya penyusunan IDI
dilaksanakan pertama kali pada 2008. Penyusunan IDI dimaksudkan untuk
mengkuantifikasi perkembangan demokrasi pada tingkat provinsi yang didasarkan
atas variabel dan indikator yang jelas. Harapannya, IDI dapat dijadikan acuan
oleh pemerintah provinsi dan masyarakat untuk menentukan arah pembangunan
politik dan demokrasi di daerah. Di tingkat nasional, pemerintah menetapkan IDI
sebagai target sektoral dalam RPJMN 2010-2014.
Pihak yang
menentang data ini berusaha membandingkannya dengan tingkat partisipasi pemilih
di NTB dalam pemilihan umum yang berada di atas rata-rata nasional. Tapi tentu
ini belum cukup untuk menyimpulkan bahwa perkembangan demokrasi di daerah
berjalan dengan baik. Secara teoritis, demokrasi itu berjalan apabila terdapat
relasi timbal balik yang dinamis antara negara dan masyarakat. Ini hanya akan
terjadi jika negara menyiapkan ruang secara penuh untuk kebebasan sipil,
hak-hak politik, dan berfungsinya lembaga-lembaga demokrasi.
Jika melihat
nilai untuk masing-masing aspek yang diukur dalam penentuan IDI ini, NTB pada
dasarnya tidak terlalu buruk. Untuk kebebasan sipil, NTB berada di urutan 3
dari bawah. Lalu pada penilaian aspek
hak politik berada pada posisi 8 dari bawah. Yang menggembirakan, untuk
aspek lembaga demokrasi di ranking 12 belas dari bawah.
Lalu apa yang
bisa dibaca dari hasil riset Bappenas tersebut? Bappenas sendiri menyimpulkan
bahwa Indeks Demokrasi NTB rendah disebabkan oleh relatif rendahnya kontribusi
indeks kebebasan sipil (68,05), dan lembaga demokrasi (62,48). Lebih-lebih oleh
indeks aspek hak-hak politik (47,50). Data-data ini pada dasarnya merefleksikan
perkembangan dan dinamika demokrasi di daerah secara objektif, karena data-data
tersebut dihasilkan melalui alur dan metodologi kerja ilmiah.
Kebebasan Sipil, Hak-hak Politik, dan Lembaga Demokrasi di NTB
Akan lebih bijak
jika kita mencoba membandingkan data-data tersebut dengan fakta-fakta kasat
mata, yang selama ini terekam di media
massa atau dalam ingatan kolektif kita; bagaimana aspek-aspek demokrasi tersebut
berjalan di NTB.
Kebebasan sipil
menyangkut kebebasan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan,
dan kebebasan dari diskriminasi. Kebebasan sipil bukanlah barang baru dalam
kehidupan bernegara kita karena konstitusi mengatur hal tersebut secara
eksplisit. Mengukur sejauh mana kebebasan sipil ini mendapat ruang, orang
sering merujuk kepada fakta konflik minoritas jamaah Ahmadiyah dan kelompok
mayoritas muslim di NTB. Konflik ini menjadi sorotan di tingkat nasional bahkan
internasional. Selain itu, aksi represif aparat keamanan dan militer dalam
menangani aksi massa juga memberikan kontribusi signifikan dalam melorotkan
posisi kebebasan sipil di NTB.
Lalu aspek
pemenuhan hak-hak politik warga, yang secara garis besar menyangkut hak memilih
dan dipilih; dan hak partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan
pengawasan. Beberapa kasus terkait yang sering ditemui adalah kisruh Daftar
Pemilih Tetap (DPT). Selain itu, keterwakilan perempuan di DPRD NTB, yang hanya
menempatkan 6 orang dari 55 anggota, menjadi sorotan karena kurang dari
ketentuan UU.
Aspek terakhir
adalah isntitusi demokrasi, yakni pemilihan umum, DPRD, partai politik,
birokrasi pemerintahan, dan peradilan. Pemilihan kepala daerah di NTB tidak
pernah luput dari permasalahan-permasalahan. Lalu peran DPRD provinsi dan
kabupaten menjadi perhatian, karena selama ini dipandang melempem alias kerja check and balance tidak berjalan. Setali
tiga uang dengan DPRD, partai politik dipandang gagal menjalankan kaderisasi
kepemimpinan. Partai dikuasai oleh oligarki maupun dinasti politik. Selain itu,
partai juga gagal menjalankan fungsinya yang lain yaitu pendidikan politik dan
sebagai penyerap asprasi konstituen.
Ditambah lagi
dengan birokrasi pemerintahan yang lamban. Dahlan Iskan bahkan melihat secara
nasional birokrasi akan menjadi penghambat kemajuan jika masih bekerja lamban
seperti sekarang, di saat jumlah kelas menengah Indonesia terus bertambah.
Sedangkan peradilan di NTB, dalam catatan Posko Pemantauan Peradilan NTB, terdapat
beberapa kasus korupsi besar divonis bebas oleh pengadilan, dan beberapa
terdakwa korupsi lain hanya dihukum ringan.
Apa kaitannya
demokrasi dengan kesejahteraan kita? Sejahtera hakekatnya bukan hanya
ketercukupan sandang, pangan, dan pakaian. Namun juga rasa keadilan, rasa aman,
dan hidup yang berkualitas secara batiniah. Atau dalam bahasa konstitusi, Indonesia
yang adil, makmur, dan sejahtera. Ini hanya bisa dicapai jika prinsip-prinsip
demokrasi dapat berjalan dengan baik dan benar. Karena dalam alam demokrasi
memungkin warga berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan pembangunan;
perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan. Ditambah dengan sistem peradilan
yang independen dan bersih. Dan di sisi lain, pemerintah bersikap terbuka dan
menjalankan konsep pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Dalam system demokrasi, relasi
resiprokal antara state dan society ini berjalan dengan baik dan
dinamis. Sebuah kondisi ideal yang sama-sama kita harapkan.
Oleh karena itu,
Indeks Demokrasi ini menjadi penting karena dapat dijadikan cermin perkembangan
demokrasi kita. Cermin yang terukur. Harapannya, indeks demokrasi kita terus
meningkat beriringan dengan meningkatnya IPM kita. Dengan demikian, kita
benar-benar menjadi daerah yang berdaya saing secara nasional. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar