DAMPAK
PERUBAHAN IKLIM?[1]
Oleh: Ramli
(Mahasiswa
tingkat akhir Jurusan Biologi Universitas Mataram)
Beratnya serangan
terhadap bumi cukup mengenaskan, dan dampak-dampak yang menakutkan terjadi
demikian cepat sehingga melampaui kemampuan kita untuk mengenalnya, memahami
implikasi globalnya, dan mengorganisasikan tindakan yang sesuai serta tepat
waktu (Al Gore, 1994:339).
Beberapa
hari terakhir, kita dikejutkan dengan berbagai pemberitaan menyangkut bencana
kekeringan di Amerika, banjir di Beijing, berkurangnya stok kedelai di pasaran
Indonesia yang mengakibatkan perajin tahu tempe terancam gulung tikar, dan
terakhir berita terganggunya kegiatan budi daya rumput laut, lobster dan kerapu
di Lombok selatan. Adakah fenomena ini berkaitan dengan perubahan iklim?
Isu
perubahan iklim (climate change)
sejauh ini telah menjadi isu bersama di seluruh dunia. Dunia internasional
mengkhawatirkan dampak buruk perubahan iklim terhadap keberlangsungan hidup
umat manusia di muka bumi. Maka, tidak mengherankan jika sekarang tema go green menjadi tren. Muncul istilah
ramah lingkungan, pahlawan lingkungan hidup, energy hijau, partai hijau, bahkan
yang paling sering terdengar sekarang adalah istilah ekonomi hijau atau dalam
peraturan perundang-undangan Indonesia disebut pembangunan berwawasan
lingkungan. Setidak-tidaknya, ini mencerminkan keinginan dunia internasional agar
masyarakat internasional merubah sikap dan perilaku hidup.
Perubahan
iklim, pemanasan global (global warming)
atau juga sering disebut efek rumah kaca
(green house) pada dasarnya adalah
dampak dari kegiatan industrialisasi yang massif sejak penemuan mesin uap di
Eropa. Karena untuk menggerakkan industri dan pembangunan ekonomi, dibutuhkan
sumber energi dalam jumlah yang tidak sedikit. Sumber energi utama yang selama
ini digunakan adalah energi fosil. Akibatnya, gas-gas rumah kaca di atmosfir
mengalami peningkatan yang tak terkendali, yang ujungnya mengganggu biosfer. Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak
pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.
Meningkatnya
suhu global berdampak pada naiknya permukaan air laut, cuaca ekstrem, kekacauan
musim, produktifitas pertanian, mencairnya es di kutub utara-selatan bumi, dan
yang tidak kalah penting adalah hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity losses). Artinya,
kehidupan di muka bumi dalam ancaman serius sebagai dampak perubahan iklim.
Lalu bagaimana dengan kejadian-kejadian terakhir di atas? Benarkah itu efek
perubahan iklim?
Jika
menilik gejala-gejala yang tampak, maka secara kasat mata kita dapat
menyimpulkan bahwa kejadian tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
dinamika alam. Dampak perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem dan
mengakibatkan kekeringan parah tengah berlangsung di sebagian besar lahan
pertanian di Amerika Serikat. Indonesia yang menjadi importir kedelai, gandum,
dan jagung dari negeri Obama itu mulai merasakan dampaknya. Harga kedelai impor
yang digunakan sebagai bahan baku produksi tahu tempe melonjak tinggi.
Sementara, stok dalam negeri tidak mencukupi. Perajin tahu-tempe di beberapa
tempat di beberapa daerah, termasuk NTB, dengan terpaksa menghentikan aktifitas
produksi hingga kini. Dan ke depan, dampak kekeringan terparah dalam 50 tahun
terakhir itu juga akan dirasakan industri berbasis tiga komoditas impor
tersebut, seperti industri roti.
Sementara
itu, di Biejing, hujan badai melanda ibu kota China itu. Hujan badai terburuk
sepanjang enam dasawarsa terakhir. Kota yang ditumbuhi pencakar langit itu
tenggelam hingga beberapa sesaat. Bencana ini tidak terprediksi karena terjadi
anomali cuaca sebagai efek perubahan iklim.
Terakhir,
pemerintah nampaknya harus memikirkan skenario baru dalam mendorong program
unggulan dan program ketahanan pangan agar tidak mengalami kegagalan. Karena
program unggulan pemerintah seperti PIJAR (Sapi, Jagung, dan Rumput Laut) akan
terpengaruh cuaca ekstrem dan perubahan pola musim sebagai efek perubahan
iklim. Beberapa hari terakhir, kita dikejutkan dengan kegagalan budi daya
jagung di sentra pertanian jagung di KLU dan kegagalan budidaya rumput laut di
Lombok Timur bagian selatan.
Dilema Pembangunan Negara-negara
Berkembang
Menguatnya
isu perubahan iklim akibat pemanasan global ini memicu perdebatan serius,
khususnya di negara-negara berkembang. Berdasarkan kaca mata ekonomi-politik,
mereka memandang ini sebagai skenario perang asimetris antara Utara dan Selatan,
Barat dan Timur, atau Negara-negara maju dan Negara-negara dunia ketiga. Isu
ini dipandang menjadi penghalang serius bagi pembangunan ekonomi negara-negara
berkembang, di saat kekuatan ekonomi dunia baru muncul dengan kemunculan kelompok
BRIC (Brasil, Russia, India, China) dan negara lain seperti Afrika Selatan, Korea
Selatan, Turki, dan Indonesia. Dengan isu ini, negara-negara maju dianggap
berusaha mempertahankan status quo. Namun, hasil riset sebagian besar ilmuan
telah membuktikan bahwa isu perubahan iklim ini bukan rekayasa politik
melainkan fakta sejarah yang akan dihadapi umat manusia.
Indonesia
sendiri sejauh ini memperlihatkan ketahanan ekonominya sebagai satu kekuatan
penting dunia di saat negara-negara Eropa dalam ancaman kebangkrutan. Ditambah
lagi dengan faktor kehutanan telah menjadikan posisi tawar Indonesia semakin
penting, di samping Brasil, dalam arus isu perubahan iklim.
Namun
demikian, ketergantungan kita terhadap beberapa komoditas penting tetap
menempatkan kita dalam posisi yang secara langsung akan terpapar dampak
perubahan di negara-negara maju. Dalam kasus, menurunnya stok kedelai dan
membuat harganya melangit adalah satu contoh. Kekeringan di Amerika sebagai
eksportir utama Indonesia untuk kedelai, berakibat fatal terhadap ekonomi
masyarakat kita. Maka, ke depan menjadi negara-bangsa yang berdikari adalah
sebuah keniscayaan.
Oleh
karena itu, kemandirian ekonomi, terutama pangan harus diupayakan sehingga
tercapai keswasembadaan dan ketahanan pangan. Selain itu, upaya mitigasi dan
adaptasi lainnya terhadap kemungkinan-kemungkinan dampak perubahan iklim harus
tetap digerakkan, terutama dengan merubah paradigma pembangunan dan perilaku
hidup kita agar alam tetap dalam keseimbangan dan ekonomi negara terus
mengalami kemajuan, harapannya rakyat sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar