Jumat, 28 September 2012

BUKU MERAH (4)


BAB VI. PEDOMAN JURNALISTIK DASAR

A. MANAJEMEN REDAKSIONAL

Dalam pengelolaan sebuah perusahaan atau usaha penerbitan baik yang berskala local, nasional, atau pun internasional diperlukan adanya sebuah manajemen kerja.  Pada umumnya, usaha penerbitan minimal harus memiliki tiga bagian: Top Management (General Manager) – Pemimpin Umum, Redaksional, dan Perusahaan. Konsep manajemen usaha penerbitan secara umum termasuk manajemen redaksional merupakan proses pengelolaan cara kerja yang sistematis, saling terkait yang mencakup:
1.                  perencanaan
2.                  pengorganisasian
3.                  pengarahan
4.                  koordinasi dan pengendalian
Mengelola Penerbitan Kampus pada dasarnya sama dengan mengelola media cetak lain. Demikian juga soal job descriptions-nya. Ada dua bagian besar sebuah penerbitan pers atau media massa: Bagian Redaksi (Editor Department) dan Bagian Pemasaran atau Bagian Usaha (Business Department). Bagian Redaksi dipimpin oleh Pemimpin Redaksi. Bagian Pemasaran dipimpin oleh Manajer Pemasaran atau Pemimpin Usaha. Di atas keduanya adalah Pemimpin Umum (General Manager). Ada juga Pemimpin Umum yang merangkap Pemimpin Redaksi.
Bagian Redaksi tugasnya meliput, menyusun, menulis, atau menyajikan informasi berupa berita, opini, atau feature. Orang-orangnya disebut wartawan. Redaksi merupakan sisi ideal sebuah media atau penerbitan pers yang menjalankan visi, misi, atau idealisme media.
Bagian Redaksi dikepalai oleh seorang Pemimpin Redaksi. Di bawah Pemred biasanya ada Wakil Pemred yang bertugas sebagai pelaksana tugas dan penanggungjawab sehari-hari di bagian redaksi. Pemred/Wapemred membawahkan seorang atau lebih Redaktur Pelaksana yang mengkoordinasi para Redaktur (Editor), Koordinator Reporter (jika diperlukan), para Reporter dan Fotografer, Koresponden, dan Kontributor. Termasuk Kontributor adalah para penulis lepas (artikel) dan kolomnis.
Di Bagian Redaksi ada pula yang disebut Dewan Redaksi atau Penasihat Redaksi. Biasanya terdiri dari Pemred, Wapemred, Redpel, Pemimpin Usaha, dan orang-orang yang dipilih menjadi penasihat bidang keredaksian. Ada pula yang disebut Staf Ahli atau Redaktur Ahli, yakni orang-orang yang memiliki keahlian di bidang keilmuwan tertentu yang sewaktu-waktu masukan atau pendapatnya sangat dibutuhkan redaksi untuk kepentingan pemberitaan atau analisis berita.
Bagian lain yang terkait dengan bidang keredaksian adalah Redaktur Pracetak yang membidangi tugas Desain Grafis (Setting, Lay Out, dan Artistik) serta Perpustakaan dan Dokumentasi. Dalam hal tertentu, bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dapat masuk ke bagian Redaksi.

1.      Pemimpin Umum (General Manager)
Ia bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya penerbitan pers, baik ke dalam maupun ke luar. Ia dapat melimpahkan pertanggung jawabannya terhadap hukum kepada Pemimpin Redaksi sepanjang menyangkut isi penerbitan (redaksional) dan kepada Pemimpin Usaha sepanjang menyangkut pengusahaan penerbitan.
2.      Pemimpin Redaksi
Pemimpin Redaksi (Editor in Chief) bertanggung jawab terhadap mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian sehari-hari. Ia harus mengawasi isi seluruh rubrik media massa yang dipimpinnya. Di suratkabar mana pun, Pemimpin Redaksi menetapkan kebijakan dan mengawasi seluruh kegiatan redaksional. Ia bertindak sebagai jenderal atau komandan yang perintah atau kebijakannya harus dipatuhi bawahannya. Kewenangan itu dimiliki karena ia harus bertanggung jawab jika pemberitaan medianya “digugat” pihak lain.
Pemimpin Redaksi juga bertanggung jawab atas penulisan dan isi Tajuk Rencana (Editorial) yang merupakan opini redaksi (Desk opinion). Jika Pemred berhalangan menulisnya, lazim pula tajuk dibuat oleh Redaktur Pelaksana, salah seorang anggota Dewan Redaksi, salah seorang Redaktur, bahkan seorang Reporter atau siapa pun — dengan seizin dan sepengetahuan Pemimpin Redaksi— yang mampu menulisnya dengan menyuarakan pendapat korannya mengenai suatu masalah aktual.
3.      Dewan Redaksi
Dewan Redaksi biasanya beranggotakan Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan Wakilnya, Redaktur Pelaksana, dan orang-orang yang dipandang kompeten menjadi penasihat bagian redaksi. Dewan Redaksi bertugas memberi masukan kepada jajaran redaksi dalam melaksanakan pekerjaan redaksional. Dewan Redaksi pula yang mengatasi permasalahan penting redaksional, misalnya menyangkut berita yang sangat sensitif atau sesuai-tidaknya berita yang dibuat tersebut dengan visi dan misi penerbitan yang sudah disepakati.
4.      Redaktur Pelaksana.
Di bawah Pemred biasanya ada Redaktur Pelaksana (Managing Editor). Tanggung jawabnya hampir sama dengan Pemred/Wapemred, namun lebih bersifat teknis. Dialah yang memimpin langsung aktivitas peliputan dan pembuatan berita oleh para reporter dan editor.
5.      Redaktur
Redaktur (editor) sebuah penerbitan pers biasanya lebih dari satu. Tugas utamanya adalah melakukan editing atau penyuntingan, yakni aktivitas penyeleksian dan perbaikan naskah yang akan dimuat atau disiarkan. Di internal redaksi, mereka disebut Redaktur Desk (Desk Editor), Redaktur Bidang, atau Redaktur Halaman karena bertanggung jawab penuh atas isi rubrik tertentu dan editingnya. Seorang redaktur biasanya menangani satu rubrik, misalnya rubrik ekonomi, luar negeri, olahraga, dsb. Karena itu ia dikenal pula dengan sebutan “Jabrik” atau penanggung jawab rubrik.
6.      Redaktur Pracetak.
Setingkat dengan Redaktur/Editor adalah Redaktur Pracetak atau Redaktur Artistik. Ia bertanggung jawab menangani “Naskah Siap Cetak” (All In Hand/All Up) dari para redaktur, yaitu semua naskah berita yang sudah diturunkan ke percetakan dan sudah diset bersih, desain cover dan perwajahan (tataletak, lay out, artistik), dan hal-ihwal sebelum koran dicetak.
Bagian lain di yang berada di bawah koordinasi Redaktur Pracetak adalah Setter atau juruketik naskah. Ia bertugas mengetik naskah yang akan dimuat. Ada pula Korektor yang bertugas mengoreksi (membetulkan) kesalahan ketik pada naskah yang siap cetak.
7.      Reporter
Di bawah para editor adalah para Reporter. Mereka merupakan “prajurit” di bagian redaksi. Mencari berita lalu membuat atau menyusunnya, merupakan tugas pokoknya.
8.      Fotografer
Fotografer (wartawan foto atau jurupotret) tugasnya mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis. Ia merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulis (reporter).
Jika tugas wartawan tulis menghasilkan karya jurnalistik berupa tulisan berita, opini, atau feature, maka fotografer menghasilkan Foto Jurnalistik (Journalistic Photography, Photographic Communications). Fotografer menyampaikan informasi atau pesan melalui gambar yang ia potret. Fungsi foto jurnalistik antara lain menginformasikan (to inform), meyakinkan (to persuade), dan menghibur (to entertain).
9.      Koresponden
Selain reporter, media massa biasanya memiliki pula Koresponden (correspondent) atau wartawan daerah, yaitu wartawan yang ditempatkan di negara lain atau di kota lain (daerah), di luar wilayah di mana media massanya berpusat.
10.  Kontributor
Kontributor atau penyumbang naskah/tulisan secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi redaksi. Ia terlibat di bagian redaksi secara fungsional. Termasuk kontributor adalah para penulis artikel, kolomnis, dan karikaturis. Para sastrawan juga menjadi kontributor ketika mereka mengirimkan karya sastranya (puisi, cerpen, esei) ke sebuah media massa.
Wartawan Lepas (Freelance Journalist) juga termasuk kontributor. Wartawan Lepas adalah wartawan yang tidak terikat pada media massa tertentu, sehingga bebas mengirimkan berita untuk dimuat di media mana saja, dan menerima honorarium atas tulisannya yang dimuat.
Termasuk kontributor adalah Wartawan Pembantu (Stringer). Ia bekerja untuk sebuah perusahaan pers, namun tidak menjadi karyawan tetap perusahaan tersebut. Ia menerima honorarium atas tulisan yang dikirim atau dimuat.
11.  Bidang Pendukung Redaksi
Bagian yang tak kalah pentingnya untuk membantu kelancaran kerja redaksi adalah bagian Perpustakaan dan Dokumentasi serta bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Litbang memantau perkembangan sebuah penerbitan, survei pembaca, dan memberikan masukan-masukan bagi pengembangan redaksional dan bagian lainnya, termasuk pembinaan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia.
12.  Bagian Usaha (Business Department)
Bertugas menyebarluaskan media massa, yakni melakukan pemasaran (marketing) atau penjualan (saling) media massa. Bagian ini merupakan sisi komersial meliputi sirkulasi/distribusi, iklan, dan promosi.
Biasanya, bagian pemasaran dipimpin oleh seorang Pemimpin Perusahaan atau seorang Manajer Pemasaran (Marketing Manager) yang membawahi Manajer Sirkulasi, Manajer Iklan, dan Manajer Promosi.

Alur Kerja Redaksi
Alur kerja redaksi sebuah organisasi penerbitan adalah sebagai berikut: News Planning (rapat redaksi, membahas rencana isi produk terbitan, misalnya tiap tanggal 1 sekaligus evaluasi edisi sebelumnya); News Hunting (pengumpulan data atau bahan-bahan tulisan, bisa melalui wawancara atau studi literatur), News Writing (pengolahan bahan tulisan menjadi tulisan alias menulis naskah), News Editing (penyuntingan naskah, koreksi, dan penyesuaian naskah dengan space/kolom yang tersedia), lalu masuk ke Graphic Design (layout, artistik, ilustrasi), dan masuk ke percetakan (Printing).


B. PERENCANAAN LIPUTAN BERITA

Sebelum terjun ke lapangan mencari bahan-bahan pemberitaan, seorang jurnalis harus merencanakan kegiatan peliputanya, baik dalam sebuah rapat redaksi atau sendirian. Dalam merencanakan liputan seorang jurnalis harus:
1.      paham apa itu berita
2.      pahan tujuan penulisan berita. Tujuan penulisan itu bisa memberitahukan, menjelaskan, membimbing, atau menekankan tentang suatu hal kepada pembaca. Tujuan ini terkait denga fungsi/ peran pers mahasiswa, yaitu:
a.      penyampai informasi, sosialisasi, dan edukator
b.      Inspirator, motivator, provokator, dan korektor
c.       Mediator, wahana debat dan diskusi

Ada beberapa teknik perencanaan dan peliputan
1.      menentukan isu
2.      menentukan angle (dari segi apa atau sudut apa)
3.      menentukan nara sumber (yang terlibat/ pelaku/ tokoh)
4.      memeriksa bahan; apakah sudah 5W+1H sudah terjawab
5.      jangan putus asa ketika bahan atau nara sumber tidak ditemukan. Cari cara lain!

Perencanaan liputan pemberitaan yang baik biasanya memenuhi kriteria; berita memiliki angle yang tepat, tulisan fokus, bahan lengkap, nara sumber tepat, dan yang tak kalah penting, tepat deadline.
Unsur-unsur dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
1.      Penulis dan reporter
2.      Rubrik
3.      Angle/ fokus tulisan. Dalam setiap perencanaan liputan pemberitaan angle harus jelas dan kuat. Angle biasanya berbentu sebuah pertanyaan yang harus dijawab dalam tulisan. Dan yang harus selalu diingat: Satu tulisan. Satu angle.
4.      Deadline
5.      Abstraksi. Ini adalah bagian dari gambaran singkat masalah yang akan hendak diliput dan ditulis. Isi abstraksi adalah:
a.      kebaruan/ apa yang baru?
b.      Apa pentingnya?
c.       Apa dampaknya?
d.     Apa hipotesa/ dugaan penulis?
e.      Apa bukti atau alasan pendukung?
6.      Sumber berita
7.      Pertanyaan-pertanyaan


C. WAWANCARA

Wawancara adalah tahapan mendapatkan data-data, keterangan, fakta-fakta, dan informasi lainnya yang diinginkan wartawan dari nara sumber yang tepat. Namun tidak semua wawancara menghasilkan bahan yang bisa diberitakan. Mungkin saja wawancara hanya dilakukan untuk mengetahui latar belakang, mengklarifikasi, me-rechek informasi yang didapat sebelumnya.
Wawancara sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan tanya jawab antara wartawan dengan narasumber.
Persiapan wawancara
Persiapan wawancara
dapat dilakukan dengan dua tahapan:
-                              biografis; mengumpulkan keterangan tentang gelar, nama, tempat tinggal, data-data umum lainnya yang bisa diperoleh lewat sekretaris pribadi sang tokoh, biografi, Koran, majalah, atau biodata.
-                              Non-biografis; mengumpulkan keterangan seputar subyek seperti apa yang digemari atau berkaitan erat dengan kehidupan tokoh di luar data-data biografis. Misalnya, sikap politik, rutinitas kesehariannya, atau hobi.
Melakukan wawancara
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam melaksanakan wawancara:
1.      tersenyum dengan sopan
2.      memperkenalkan diri
3.      menunjukkan minat terhadap orang/subyek
4.      membuat nara sumber merasa nyaman
5.      mempersiapkan diri untuk mencatat tanpa mengganggu wawancara
6.      mengajukan pertanyaan pembuka yang dapat membuat nara sumber merasa akrab
7.      menghindarai pertanyaan yang menggunakan kata perasaan
8.      mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan nilai berita yang hendak dituju (angle) dan berbobot

Jenis wawancara
ada beberapa jenis wawancara:
  1. wawancara langsung (tatap muka)
  2. wawancara tidak langsung (tertulis dan telepon)
Keterangan Narasumber
Beberapa jenis keterangan narasumber yang harus disepakati, sebelum bahan wawancara ditulis antara lain.
On the record
Semua pernyataan boleh dikutip dengan menyertakan nama serta gelar orang yang membuat
On Background
Semua peryataan boleh dikutip tapi tanpa menyertakan nama dan gelar orang yang memberi peryataan tersebut.
On Deep Background
Apapun yang dikatakan boleh digunakan tapi tidak dalam bentuk kutipan langsung dan tidak untuk sembarang jenis penyebutan.
Off the record
Informasi yang diberikan tidak boleh disebarluaskan. Dan juga tidak boleh dialihkan kepada narasumber lain dengan harapan bahwa informasi itu kemudian boleh dikutip.
Affidavit merupakan bahan yang dapat memperkuat berita investigatif karena berbentuk pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah di hadapan notaris publik. Keterangan affidavit menepis kemungkinan penyangkalan narasumber yang menyatakan dirinya telah salah dikutip.

C. MENULIS BERITA

Selain dituntut mampu mencari bahan dan materi pemberitaan, seorang wartawan juga dituntut mampu mengolah data atau bahan yang sudah didapat di lapangan menjadi sebuah berita utuh yang siap dipublikasikan. Kemampuan dan keterampilan menulis berita bagi seorang wartawan adalah sangat penting. Keterampilan menulis di sini adalah:
1.                 kemampuan menulis secara benar dan baik dalam memakai tanda baca, istilah, dan tata bahasa lainnya.
2.                 pengetahuan dan penggunaan kata-kata
3.                 kemampuan menulis dan menyusun paragraph-paragraf
4.                 kemampuan lainnya
Namun sebelum proses penulisan berita tersebut dimulai, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh seorang wartawan adalah merencanakan, dan meliput berita. Dalam hal perencanaan, seorang wartawan harus mengerti betul peristiwa atau hal apa yang akan diberitakan. Untuk itu ia mesti tahu nilai-nilai berita dari suatu peristiwa atau suatu hal.

a. Nilai Berita
1.                  timelines (kesegaran/kebaruan)
2.                  proximity (keterdekatan)
3.                  consequence (konsekuensi)
4.                  conflict (konflik)
5.                  oddity (keanehan/keganjilan/unik)
6.                  sex (seks)
7.                  emotion (emosi)
8.                  prominence (names make news) – (keterkenalan)
9.                  progress (perkembangan)

b. Jenis-Jenis Berita
1.                  straight news adalah berita yang sering disebut sebagai berita langsung dan umumnya digunakan dalam pemberitaan surat kabar harian. Dan disebut langsung sebab biasanya dapat berasal dari satu sumber saja. Penulisannya cukup memenuhi unsure 5W+1H (what, who, when, where, why, dan how). Sedangkan kaidah penulisannya biasanya menggunakan kaidah piramida terbalik ( Penting – cukup penting – kurang penting).
2.                  indepth (investigative) news atau berita mendalam. Berita ini disajikan setelah melewati proses peliputan yang lama dengan data-data yang sangat lengkap dan valid. Materi beritanya biasanya lebih panjang yang berisi fakta-fakta, analisa-analisa, dan terkadang juga disiapkan kajian pustaka. Umumnya berita-yang disajikan dengan cara ini adalah berita-berita hasil investigasi. Berita investigasi adalah berita yang didapatkan dari hasil pengamatan lapangan, wawancara nara sumber, kajian pustaka dan dokumen lainnya yang mendukung. Berita investigasi adalah berita yang menguak sesuatu yang tersembunyi atau disembunyikan dari suatu kejadian atau peristiwa dan memiliki nilai berita yang amat penting untuk didapatkan masyarakat. Aspek pentingnya adalah mengorek suatu peristiwa secara mendalam dengan detail-detail data, fakta, dan informasi
3.                  soft news atau biasa disebut berita ringan atau sering diistilahkan sebagai feature, dengan menampilkan ”the other side”. Artinya, yang disajikan adalah hal-hal yang ringan bukan kasus-kasus berat yang perlu dipahami secara mendalam. Untuk mencernanya tidak harus sampai mengernyitkan dahi.
Features/human interest disajikan dengan bahasa bertutur (story telling) dengan tema khusus. Biasanya mengupas tentang dinamika kehidupan kelompok orang, masyarakat atau bahkan perorangan. Mungkin juga kegemaran orang, tempat-tempat yang terlupakan padahal memiliki nilai penting, atau kehidupan perjalanan sukses seseorang, dan bisa juga orang-orang kelas bawah yang bertahan di sudut-sudut kota yang kumuh.
Peristiwa yang diberitakan bisa jadi bukan termasuk yang teramat penting untuk diketahui khalayak bahkan mungkin telah tejadi beberapa waktu yang lalu tetapi menjadi perhatian masyarakat, yang dimaksudkan untuk memberikan informasi dan menghibur pembaca.

Yang harus diingat:
1. Di balik peristiwa besar otomatis ada sisi human interest yang tinggi.
2. Berita human interest tak selalu terkait dengan public figure. Banyak orang  ”tak terkenal” yang jadi liputan besar media, karena sosoknya sedang mengalami pergulatan kemanusiaan yang tinggi.
Contoh: Martinus, bocah yang selamat dalam kasus tsunami Aceh.
3. Apakah berita human interest hanya ada pada peristiwa besar? Tidak. Sebab, peristiwa human interest adalah peristiwa yang banyak dan bisa kita temui sehari-hari. Karena itu, liputan berita ini bisa direncanakan.

Liputan pada  human interest
Liputan human interest umumnya ditulis dalam bentuk feature. Yakni, penggambaran peristiwa manusia yang ”hidup”, menunjukkan proses, aktivitas, sehingga liputannya tak hanya dengan wawancara (apalagi telepon). Perlu ada deskripsi yang kuat, menggambarkan denah lokasi, suasana. Bahkan, kalau perlu bahasa tubuh dan susana batin.

Bahasa:
 Seperti straight news, features itu selalu juga berbasis fakta. Bahasa seperti karya jurnalistik lainnya, tetap harus padat, lugas, dan ekonomi kata. Karena itu, feature yang baik bukan mendayu-dayu seperti prosa. Namun, penulisan features harus  cair, ringan, lincah, tidak kaku seperti straight news.
Misalnya:

=Tercium bau yang tidak enak (straight)
=Tercium bau bau seperti karet terbakar (feature).

= Hasan hidup berladang dari petak sawah seluas tiga bahu
= Hasan hidup berladang dari petak sawah seluas lapangan bola

Beberapa perbedaan straight news dengan feature

 Straight news                                        Features

1. Hard news                                           1.  Soft news
  
2. Magnitude,                                           2. Human interest
    Aktualitas

3. Menulis peristiwa                                3.  Bercerita di balik

4. Memberi informasi                              4. Menghibur, berempati

5. Memenuhi keingintahuan                   5.Membangkitkan emosi

6. Sangat cepat basi.                                  6. Lebih tahan lama.

7. Lead, tubuh berita                                 7. Lead, body, ending
(piramida terbalik)                                         susah dipotong
  mudah dipotong

8. Bahasa yang lugas.                                8. Bahasa yang cair.

9.Berbasis fakta. Kekuatannya                 9.Berbasis fakta. Kekutannya pada pada data/analisa                                         data dan gaya bercerita.

10. Wartawan tak boleh                           10. Kadang  ada penilaian
    beropini.                                                     /subjektivitas

11. Biasanya identitas wartawan              11. Biasanya nama wartawan
      ditulis dengan kode.                                ditulis lengkap (by line)

Bahan untuk menulis berita human interest/features.
    Apa saja, pokoknya ada kaitannya dengan masalah kemanusiaan. Mengukur kuat tidaknya features itu adalah apakah tulisan itu sangat menyentuh hati pembaca. Apalagi, kalau tulisan itu sebuah ’news-features’ yang selain memiliki aspek human interest juga aktual dengan perkembangan berita saat itu.

Friedlander dan Lee dalam Septiawan S. mengkategorikan feature news menjadi 14, yaitu:
    1. The Bussiness Story (seputar soal bisnis)
    2. The Commemorative Story (mengenai perayaan atau peringatan)
    3. The Explanatory Story (melaporkan proses kegiatan)
    4. The First Person Story (kisah pengalaman seseorang yang ditunggu-tunggu masayarakat)
    5. The Historical Story (tentang sejarah)
    6. The Hobbyist Story (tentang kegemaran yang unik dari seseorang)
    7. The How-To Story (kisah mengenai bagaimana seseorang atau suatu hal memperoses sebuah kegiatan)
    8. The Invention Story (kisah penemuan)
    9. The Medical Story (tentang dunia kesehatan)
    10. The Odd-Ocupation Story (kisah pekerjaan yang unik)
    11. The Over View Story (mengulas fenomena actual di tengah masyarakat)
    12. The Profile Story (profil tokoh)
    13. The Unfamiliar Visitor Story (kisah orang di sekitar kejadian yang tak dikenal untuk memahami sebuah peristiwa lebih baik)
    14. The Participation Story (kisah yang dibuat dengan keterlibatan penuh penulis)

c. Menulis Berita
Menulis berita merupakan kegiatan penyampaian serangkaian fakta-fakta dan data-data dan menghindari subjektivitas penulis (wartawan) untuk disampaikan kepada masyarakat dengan bahasa yang lancar, jelas, lugas, sederhana, padat, singkat, dan menarik.
Sebelum menjadi berita yang lengkap, wartawan biasanya membuat outline untuk memudahkan penulisan berita.
      Kita bisa saja hanya merancang outline di benak Kita. Beberapa penulis lebih suka menuliskannya ke notes lalu mengurutkannya menjadi susunan yang dibayangkan akan muncul dalam feature nantinya.
      Penulis lain lebih suka membuat draf yang telah berupa beberapa paragraf. Tujuannya, kalimat-kalimat dalam paragraf itu nantinya bisa dikopi paste, dipotong, ditambah, atau disusun ulang sesuai kebutuhan.

Secara sederhana sistematika menulis berita cukup dengan menggunakan rumus 5W + H, Keenam hal tersebut mesti ada di dalam berita yang hendak kita tulis, yaitu:
1.      what, peristiwa apa yang terjadi
2.      who, siapa yang terlibat dalam peristiwa itu
3.      when, kapan peristiwanya terjadi
4.      where, dimana peristiwa itu terjadi
5.      why, mengapa peristiwa itu terjadi
6.      how, bagaimana kejadiannya.

Sebuah berita biasanya berisi tiga bagian. Pertama, lead atau “kepala berita” yang dapat berupa ringkasan, deskripsi, atau pertanyaan yang memungkinkan pembaca merasa tertarik dengan pemberitaan tersebut. Kedua, isi (body news). Dan bagian terakhir adalah penutup.
Lead menjadi penentu berita kita menjadi bagus, menarik, dan enak untuk dibaca pembaca. Ada beberapa cara menyiasati membuat lead yang baik.
·         Lead ringkasan. Ini adalah lead yang umum dipakai dalam setiap pemberitaan. Lead jenis ini berisi kesimpulan atau ringkasan dari berita yang kita sajikan. Contoh:

Biaya pelantikan untuk setiap calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya sosialisasi pemili legislatif untuk setiap pemilih. Ketimpangan itu menunjukkan buruknya dan tidak adanya prioritas Komisi Pemilihan Umum dalam membuat anggaran pemilu.
(KOMPAS, 9 September 2009, ”Biaya Pelantikan Terlalu Besar”)

·         Lead deskriptif. Lead jenis ini mendeskripsikan/menggambarkan tentang peristiwa, tokoh yang terlibat, kondisi yang terjadi di tempat kejadian atau peristiwa yang kita beritakan berlangsung. Ini akan memungkinkan pembaca merasa ikut terlibat dalam pemberitaan kita. Contoh:

Mata Asep Gumilar (10) berbinar-binar. Muka murungnya berbalik menjadi ceria. Permainan samurai memuatnya sibuk menggerakkan tangan kanannya. Kedua kakinya bergantian mengikuti arah gerakan tangannya.
(KOMPAS, 7 September 2009, ”Mengembalikan Keceriaan dan Kesejahteraan ’Selatan’”)
Sepuluh penari cilik itu bersiap di panggung sederhana beratap ilalang di Dsa Plana, Kecamatan somagde, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Mereka brsiap memainkan dolanan tradisional Banyumas, seliring genting, dalam bentuk sendratari.
(KOMPAS, 9 September 2009, ”Dolanan Tradisonal Termakan Zaman”)

·         Lead pertanyaan. Lead jenis ini bertujuan untuk menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pembaca. Contoh:

Mungkinkah kejayaan opium Afganistan berakhir? Bisa jadi. Menurut laporan terbaru Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Penanggulangan Narkoba dan Kriminalitas Terkait dengan Narkoba atau UNODC, Survei Opium Afganistan 2009, produksi opium di afganistan menurun hingga 22 persen.
(KOMPAS, 9 September 2009, ”Era Kejayaan Opium Berakhir?”)

·         Lead analogi. Lead ini memberikan sebuah analogi yang tepat dan pas dengan peristiwa yang kita beritakan sehingga tulisan kita tidak terkesan kering dan lebih kreatif. Dengan demikian pembaca akan lebih tertarik mengikuti sajikan berita kita. Contoh:

Bagai petir di siang bolong. Begitulah obrolan serius yang terlontar dan sangat bertolak belakang dengan tema sebuah Seminar, ”Prospek Pemulihan Krisis Ekonomi dan Implikasinya Bagi Perkembangan Industri Jasa Penyewaan Kendaraan”, di Jakarta belum lama ini.
(KOMPAS, 9 September 2009, ”Fortuner Diesel, Hadir di Tengah Kegalauan Pasar”)

·         Lead kutipan. Kutipan yang dalam dan ringkas serta sesuai dengan yang kita beritakan dapat membuat berita kita menjadi menarik. Kutipan yang dipakai umumnya adalah komentar/omongan orang-orang terkenal. Contoh;

”Kesehatan merupakan hak dasar rakyat,” begitu dinyatakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat melantik Konsil Kedokteran Indonesia pada 2 September 2009. pernyataan itu menegaskan Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945, ” setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik sdan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
(KOMPAS, 9 September 2009, ”Mempertanyakan Hak Dasar Warga Negara”)

Selain itu masih ada beberapa jenis lead yang lain.

Tubuh berita
Tubuh berita sebagian besar berisi serita detail, penjelasan atau keterangan tambahan. Ada dua pola yang lazim dipakai media;
1.      piramida terbalik
2.      model campuran. Biasanya dipakai dalam tulisan-tulisan panjang.

Beberapa Kaidah atau Aturan Umum Penulisan Berita
Aturan umum untuk penulisan berita:
1.      kalimatnya hendaklah menggunakan kalimat aktif dan tidak terlalu panjang.
2.      Usahakan sumber berita disebutkan dengan memperhatikan detail-detailnya, seperti nama, jabatan, tempat dan kutipannya.
3.      Penggunaan kutipan hendaklah pada pernyataan yang sifatnya penting dan kotroversial.
4.      Untuk singkatan harus dijelaskan secara detail dan hindari penggunaan singkatan yang berlebihan.
5.      Hindari kata-kata ungkapan klise dan bahasa asing.
6.      Mengurangi pengulangan kata dengan menyediakan kata ganti sebanyak-banyaknya.
7.      Dan yang terakhir ceklah kembali tulisan berita anda.



BAHASA JURNALISTIK[1]

Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain.
            Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Bahasa jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menuliskan reportase investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam penulisan features.  Bahkan bahasa jurnalistik pun sekarang sudah memiliki kaidah-kaidah khas seperti dalam penulisan  jurnalisme perdamaian (McGoldrick dan Lynch, 2000). Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis berita utama—ada yang menyebut laporan utama, forum utama--  akan berbeda dengan bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis tajuk dan features. Dalam menulis banyak faktor yang dapat  mempengaruhi karakteristik bahasa jurnalistik karena penentuan masalah, angle tulisan, pembagian tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya bahasa jurnalistik tidak meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana (Reah, 2000). Karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu) maka bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat.  
Sifat-sifat tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya  dengan mengutamakan daya komunikasinya.
Dengan perkembangan jumlah pers yang begitu pesat pasca pemerintahan Soeharto—lebih kurang ada 800 pelaku pers baru—bahasa pers juga menyesuaikan pasar. Artinya,  pers sudah menjual wacana tertentu, pada golongan tertentu, dengan isu-isu yang khas.  

Pemakaian Bahasa Jurnalistik


            Terdapat berbagai   penelitian yang terkait dengan bahasa, pikiran, ideologi, dan media massa cetak di Indonesia. Anderson (1966, 1984) meneliti pengaruh bahasa  dan budaya Belanda serta Jawa dalam perkembangan bahasa politik Indonesia modern, ketegangan bahasa Indonesia yang populis dan bahasa Indonesia yang feodalis.  Naina (1982) tentang perilaku pers Indonesia terhadap kebijakan pemerintah seperti yang termanifestasikan dalam Tajuk Rencana. Hooker (1990) meneliti model wacana zaman orde lama dan orde baru. Penelitian tabor Eryanto (2001) tentang analisis teks di media massa. Dari puluhan penelitian yang breakout dengan pers, tenyata belum terdapat penelitian yang secara khusus memformulasikan karakteristik (ideal) bahasa jurnalistik berdasarkan induksi karakteristik  bahasa pers yang termanifestasikan dalam kata, kalimat, dan wacana.
Di awal tahun 1980-an terbersit berita bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia baku. Roni Wahyono (1995) menemukan kemubaziran bahasa wartawan di Semarang dan Yogyakarta pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan, kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal. Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosakata, pengetahuan kebahasaan yang  terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Sedangkan faktor di luar penulis, yang menyebabkan wartawan melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan waktu menulis, lama kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar.   
            Walaupun di dunia penerbitan telah ada buku-buku jurnalistik praktis karya Rosihan Anwar (1991), Asegaf (1982), Jacob Oetama (1987), Ashadi Siregar, dll, namun masih perlu dimunculkan petunjuk akademik maupun teknis pemakaian bahasa jurnalistik. Dengan mengetahui karakteristik bahasa pers Indonesia—termasuk sejauh mana mengetahui penyimpangan yang terjadi, kesalahan dan kelemahannya,-- maka akan dapat diformat pemakaian bahasa jurnalistik yang komunikatif.
            Terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa Indonesia baku:
1.      Peyimpangan morfologis. Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-mata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
2.      Kesalahan sintaksis. Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika.  Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional. 
3.      Kesalahan kosakata. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konflik Dayak- Madura, jelas bahwa yang bertikai adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan tidak menunjuk kedua etnis secara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan seperti GPK, subversif, aktor intelektual, ekstrim kiri, ekstrim kanan, golongan frustrasi, golongan anti pembangunan, dll. Bahkan di era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata yang bias makna semakin banyak.
4.      Kesalahan ejaan. Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar. Koran Tempo yang terbit 2 April 2001yang lalu tidak luput dari berbagai kesalahan ejaan. Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
5.      Kesalahan pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak  karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya.
Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan pertautan dengan (a) memperhatikan kata ganti; (b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus. Sedangkan variasi dapat diperoleh dengan (1) pemakaian kalimat yang berbeda  menurut struktur gramatikalnya; (2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan (3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling. Jurnalistik “gaya Tempo” menggunakan kalimat-kalimat yang pendek dan pemakaian kata imajinatif. Gaya ini banyak dipakai oleh berbagai wartawan yang pernah bersentuhan dengan majalah Tempo.
Agar penulis mampu memilih kosakata yang tepat mereka dapat memperkaya kosakata dengan latihan penambahan kosakata dengan teknik sinonimi, dan antonimi. Dalam teknik sinonimi penulis dapat mensejajarkan kelas kata yang sama yang nuansa maknanya sama atau berbeda. Dalam teknik antonimi penulis bisa mendaftar kata-kata dan lawan katanya. Dengan cara ini penulis bisa memilih kosakata yang memiliki rasa dan bermakna bagi pembaca. Jika dianalogikan dengan makanan, semua makanan memiliki fungsi sama, tetapi setiap orang memiliki selera makan yang berbeda. Tugas jurnalis adalah melayani selera pembaca dengan jurnalistik yang enak dibaca dan perlu. (Slogan Tempo).
Goenawan Mohamad pada 1974 telah melakukan “revolusi putih” (Istilah Daniel Dhakidae) yaitu melakukan kegiatan pemangkasan sekaligus pemadatan makna dan substansi suatu berita. Berita-berita yang sebelumnya cenderung bombastis bernada heroik--karena pengaruh revolusi—dipangkas habis menjadi jurnalisme sastra yang enak dibaca. Jurnalisme semacam ini setidaknya menjadi acuan atau model koran atau majalah yang redakturnya pernah mempraktikkan model jurnalisme ini. Banyak orang fanatik membaca koran atau majalah  karena gaya jurnalistiknya, spesialisasinya, dan spesifikasinya. Ada koran yang secara khusus menjual rubrik opini, ada pula koran yang mengkhususkan diri dalam peliputan berita. Ada pula koran yang secara khusus mengkhususkan pada bisnis dan iklan. Jika dicermati, sesungguhnya, tidak ada koran yang betul-betul berbeda, karena biasanya mereka berburu berita pada sumber yang sama. Jurnalis yang bagus, tentu akan menyiasati selera dan pasar pembacanya.
Dalam hubungannya dengan prinsip penyuntingan bahasa jurnalistik terdapat beberapa prinsip yang dilakukan (1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan, (2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data-data aktual; (3) logika cerita yang mereferensi pada kecocokan; (4) akurasi data; (5) kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh, dan (6) panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman.

 

Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik


Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik  itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
1.      Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2.      Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3.      Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4.      Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5.      Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6.      Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif. Namun seringkali kita masih menjumpai judul berita: Tim Ferrari Berhasil Mengatasi Rally Neraka Paris-Dakar. Jago Merah Melahap Mall Termewah di Kawasan Jakarta. Polisi Mengamankan Oknum Pemerkosa dari Penghakiman Massa.    
Dalam menerapkan ke-6 prinsip tersebut tentunya diperlukan latihan berbahasa tulis yang terus-menerus, melakukan penyuntingan yang tidak pernah berhenti. Dengan berbagai upaya pelatihan dan penyuntingan, barangkali akan bisa diwujudkan keinginan jurnalis untuk menyajikan ragam bahasa jurnalistik yang memiliki rasa dan memuaskan dahaga selera pembacanya. 
Dipandang dari fungsinya, bahasa jurnalistik merupakan perwujudan dua jenis bahasa yaitu seperti yang disebut Halliday (1972)  sebagai fungsi ideasional dan fungsi tekstual atau fungsi referensial, yaitu wacana yang menyajikan fakta-fakta. Namun, persoalan muncul bagaimana cara mengkonstruksi bahasa jurnalistik itu agar dapat menggambarkan fakta yang sebenarnya. Persoalan ini oleh Leech (1993)  disebut retorika tekstual yaitu kekhasan pemakai bahasa  sebagai alat untuk mengkonstruksi teks. Dengan kata lain prinsip ini juga berlaku pada bahasa jurnalistik.
Terdapat empat prinsip retorika tekstual   yang dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan prinsip ekspresifitas. 
  1. Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak penting

Perhatikan contoh berikut:
(1)     Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata tajam, melawan serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99)

(2)     Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengadakan kunjungan  kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan Timor (CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99)

Contoh (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua menerangkan pesan kalimat pertama. Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama.

2.               Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
Perhatikan Contoh:
(3)     Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya sangat mencekam (Republika, 24/11/98)

(4)     Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku tidak membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga pengarang, karena mereka tidak menerima royalti atas karya ciptaannya. (Media Indonesia, 20/4/1997).


Contoh (3) dan (4) tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap pesan yang sama atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata harfiah, bukan kata-kata metaforis.

3.      Prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu (i) singkatan; (ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik
(5)     Setelah dipecat oleh DPR AS karena memberikan sumpah palsu dan menghalang-halangi peradilan, Presiden Bill Clinton telah menjadi presiden kedua sejak berdirinya Amerika untuk diperintahkan diadili di dalam senat (Suara Pembaruan, 21/12/98)

(6)     Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala bentuk dan usaha untuk menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun atau siapa pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan, 21/12/98

Pada contoh (5) terdapat abreviasi DPR AS. Pada contoh (6) terdapat abreviasi DPP PPP. Selain itu ada abreviasi lain seperti SARA, GPK, OTB, OT, AMD, SDM. AAK, GPK,  dll. Terdapat pula berbagai bentuk akronim dengan variasi pembentukannya walaupun seringkali tidak berkaidah. Misalnya. Curanmor, Curas, Miras, dll.
      Elipsis merupakan salah satu cara mereduksi konstituen sintaktik dengan melesapkan konstituen tertentu.
(7)     AG XII Momentum gairahkan olahraga Indonesia (Suara Pembaruan, 21/12/98)

(8)     Jauh sebelum Ratih diributkan, Letjen (Pur) Mashudi, mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan Ketua Umum Kwartir Gerakan Pramuka telah menerapkan ide mobilisasi massa. Konsepnya memang berbeda dengan ratih (Republika, 223/12/98)

Pada contoh ((7) terdapat pelepasan afiks me(N)- pada verba gairahkan. Pelepasan afiks seperti contoh (7) di atas sering terdapat pada judul wacana jurnalistik. Pada contoh (8) terdapat pelesapan kata mobilisasi masa pada kalimat kedua.
      Pronominalisasi merupakan cara mereduksi teks dengan menggantikan konstituen yang telah disebut dengan pronomina. Pronomina Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen terganti.
(9)     Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) hasil kongres Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu Hutapea pada hari Minggu (23/8) sekitar pukul 18.30 Wita tiba di bandara Mutiara, Palu Sulawesi Tengah, dengan diangkut pesawat khusus. Keduanya datang untuk mengikuti Kongres V PDI, dengan pengawalan ketat  langsung menunggu Asrama Haji dan menginap di sana. (Kompas, 24/8/98)


(10)  Hendro Subroto bukan militer. Sebagai seorang warga sipil, jejak pengalamannya dalam beragam mandala pertempuran merupakan rentetan panjang sarat pengalaman mendebarkan. Ia hadir ketika Kahar Muzakar tewas disergap pasukan Siliwangi di perbukitan Sulsel (Kompas, 24/8/98).

Pada contoh (9) tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua merupakan pronominalisasi kalimat pertama. Pada contoh (10) kata ia mempronominalisasikan Hendro Subroto, sebagai warga sipil pada kalimat pertama dan kedua.   

4.      Prinsip ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
(11)  Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di persimpangan jalan, karena adanya benturan ide maupun paham politik, diperlukan adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan untuk mengubur masa lalu, dan untuk start ke masa depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid kepada Kompas di kediamannya di Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).

Pada contoh (11) tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat kedua mendatangkan akibat.

Pemakaian Kata, Kalimat dan Alinea
   Bahasa jurnalistik juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. Namun pemakaian bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya kekomunikatifannya. Para pembelajar BIPA tingkat lanjut dapat mempotensikan penggunaan bahasa Indonesia ragam jurnalistik dengan beberapa usaha.
1.      Pemakaian kata-kata yang bernas. Kata merupakan modal dasar dalam menulis. Semakin banyak kosakata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula gagasan yang dikuasainya dan sanggup diungkapkannya.
Dalam penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam BI Jurnalistik diperhadapkan pada dua persoalan yaitu ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Ketepatan mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata yang tidak merusak wacana.
2.      Penggunaan kalimat efektif. Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran si pembaca, persis apa yang ditulis. Keefektifan kalimat ditunjang antara lain oleh keteraturan struktur atau pola kalimat. Selain polanya harus benar, kalimat itu harus pula mempunyai tenaga yang menarik.
3.      Penggunaan alinea/paragraf yang kompak. Alinea merupakan suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Setidaknya dalam satu alinea terdapat satu gagasan pokok dan beberapa gagasan penjelas.  Pembuatan alinea bertujuan memudahkan pengertian dan pemahaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.

Beberapa Jenis Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik
1.      Berita.
Berita adalah peristiwa yang dilaporkan. Segala yang didapat di lapangan dan sedang dipersiapkan untuk dilaporkan belum disebut berita. Wartawan yang menonton dan menyaksikan peristiwa, belum tentu telah menemukan peristiwa. Wartawan sudah menemukan peristiwa setelah ia memahami prosesnya atau jalan  cerita, yaitu tahu APA yang terjadi,  SIAPA yang terlibat, kejadiannya BAGAIMANA, KAPAN, dan DI MANA itu terjadi, dan MENGAPA sampai terjadi. Keenam itu yang disebut unsur berita.
Suatu peristiwa dapat dibuat berita bila paling tidak punya satu NILAI BERITA seperti berikut.
(a)          kebermaknaan (significance). Kejadian yang berkemungkinan akan mempengaruhi kehidupan orang banyak atau kejadian yang punya akibat terhadap pembaca. Contoh: Kenaikan BBM, tarif TDL, biaya Pulsa telepon, dll.
(b)         Besaran (magnitude). Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak. Misalnya: Para penghutang kelas kakap yang mengemplang trilyunan rupiah BLBI.   
(c)          Kebaruan (timeliness). Kejadian yang menyangkut peristiwa yang baru terjadi. Misalnya, pemboman Gereja tidak akan bernilai berita bila diberitakan satu minggu setelah peristiwa.
(d)         Kedekatan (proximity). Kejadian yang ada di dekat pembaca. Bisa kedekatan geogragfis atau emosional. Misalnya, peristiwa tabrakan mobil yang menewaskan pasangan suami isteri, lebih bernilai berita daripada Mac Dohan jatuh dari arena GP 500.
(e)          Ketermukaan/sisi manusiawi. (prominence/human interest). Kejadian yang memberi sentuhan perasaan para pembaca. Kejadian orang biasa, tetapi dalam peristiwa yang luar biasa, atau orang luar biasa (public figure) dalam peristiwa biasa. Misalnya, anak kecil yang menemukan granat siap meledak di rel kereta api, atau Megawati yang memiliki hobby pada tanaman hias.

Berita jurnalistik dapat digolongkan menjadi (a) berita langsung (straight/hard/spot news), (b) berita ringan (soft news), berita kisah (feature) serta laporan mendalam (in-depth report).
Berita langsung digunakan untuk menyampaikan kejadian penting yang secepatnya diketahui pembaca. Aktualitas merupakan unsur yang penting dari berita langsung. Kejadian yang sudah lama terjadi tidak bernilai untuk berita langsung. Aktualitas bukan hanya menyangkut waktu tetapi jug sesuatu yang baru diketahui atau diketemukan. Misalnya, cara baru, ide baru, penemuan baru, dll.
Berita ringan tidak mengutamakan unsur penting yang hendak diberitakan tetapi sesuatu yang menarik. Berita ini biasanya ditemukan sebagai kejadian yang menusiawi dari kejadian penting. Kejadian penting ditulis dalam berita langsung, sedang berita yang menarik ditulis dalam berita ringan. Berita ringan sangat cocok untuk majalah karena tidak terikat aktualitas. Berita ringan langsung menyentuh emosi pembaca misalnya keterharuan, kegembiraan, kasihan, kegeraman, kelucun, kemarahan, dll.
2.      Berita Kisah (Feature)
Berita kisah adalah tulisan tentang kejadian yang dapat menyentuh perasaan atau menambah pengetahuan pembaca lewat penjelasan rinci, lengkap, serta mendalam. Jadi nilainya pada unsur manusiawi dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Terdapat berbagai jenis berita kisah di antaranya (a) profile feature, (b) How to do it Feature, (c) Science Feature, dan (d) human interest feature.
Profile feature menceritakan perjalanan hidup seseorang, bisa pula hanya menggambarkan sepak terjang orang tersebut dalam suatu kegiatan dan pada kurun waktu tertentu. Profile feature tidak hanya cerita sukses saja, tetapi juga cerita kegagalan seseorang. Tujuannya agar pembaca dapat bercermin lewat kehidupan orang lain.
How to do It feature, berita yang menjelaskan agar orang melakukan sesuatu. Informasi disampaikan berupa petunjuk yang dipandang penting bagi pembaca. Misalnya petunjuk berwisata ke Pulau Bali. Dalam tulisan itu disampaikan beberapa tips praktis rute perjalanan (drat, laut, udara), lokasi wisata, rumah makan dan penginapan, perkiraan biaya, kualitas jalan, keamanan, dll..
Science Feature adalah tulisan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai oleh kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan, menggunakan data dan informasi yang memadai. Feature ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimuat di majalah teknik, komputer, pertanian, kesehatan, kedokteran, dll. Bahkan surat kabar pun sekarang memberi rubrik Science Feature.
Human interest features , merupakan feature yang menonjolkan hal-hal yang menyentuh perasaan sebagai hal yang menarik, termasuk di dalamnya adalah hobby dan kesenangan. Misalnya, orang yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang dan hidup di hutan selama dua Minggu. Kakek berusia 85 tahun yang tetap mengabdi pad lingkungan walaupun hidup terpencil dan miskin.

Tips Menulis Berita

1.      Tulislah berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana . Tulislah berita dengan lead yang bicara. Untuk menguji lead anda “berbicara” atau “bisu” cobalah dengan membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan nafas dan tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.
2.      Gunakan kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu sebutan. Hindari menulis dengan kata keterangan dan anak kalimat. Ganti kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah. Bila perlu ubah susunan kalimat atau alinea  agar didapat tulisan yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short)
3.      Hindari kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang berbunga-bunga, menggunakan istilah teknis, ungkapan asing yang tidak perlu dan ungkapan umum yang kabur. Yang diperlukan BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan (clarity).
4.      Libatkan pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang sesuai dengan kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi dan angan-angan. Tapi ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan gaya menggurui atau menganggap enteng pembaca. Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan pembaca juga didapat dengan menulis sesuai rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
5.      Gantilah kata sifat dengan kata kerja.
Baca kalimat ini: “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja di sawahnya!”
Bandingkan dengan: “Seorang perempuan tua membajak, kepalanya merunduk, nafasnya tersengal-sengal!”
6.      Gunakan kosakata yang tidak memihak
Baca kalimat ini: Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri yang masih berusia 12 tahun
Bandingkan dengan: Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia 12 tahun.
7.      Hindari pemakaian eufemisme bahasa.
Baca kalimat: Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di Gunung Kidul
Bandingkan dengan: Selama musim kemarau terjadi kelaparan di Gunung Kidul.       
Dengan paparan bahasa jurnalistik seperti yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh jurnalis dalam menulis berita. Bahasa jurnalistik bersifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.
            Terdapat empat prinsip retorika tekstual bahasa jurnalistik yaitu prinsip prosesibilitas, mudah dipahami pembaca. Prinsip kejelasan yaitu menghindari ambiguitas. Prinsip ekonomi, menggunakan teks yang singkat tanpa merusak dan mereduksi pesan. Prinsip ekspresivitas, teks dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek pesan.    


MENULIS OPINI
Menulis  opini berarti menyebar luaskan gagasan. Dengan menulis opini, maka seseorang berarti mentransfer ide dan gagasan ke ruang publik. Ia masuk ke ranah publik,  berusaha mempengaruhi publik, dengan tujuan akhir: gagasannya diterima atau juga diperdebatkan.
Karena itulah, menulis opini sesungguhnya mengasah otak, menajamkan pikiran, menantang munculnya ide-ide baru, juga menantang pendapat orang dengan argumentasi yang siap untuk diperdebatkan. Menulis opini berarti memberikan wawasan dan pengetahuan untuk orang lain. Karena itulah, kegiatan menulis opini mestinya kegiatan yang dilakukan dengan hati. Dengan kesukacitaan, kegembiraan membagi gagasan dan kecintaan menyumbangkan ilmu dan pengetahuan.
Menulis opini adalah kegiatan yang menyenangkan. Siapa pun sesungguhnya bisa dan mampu untuk menulis opini.  Setiap orang yang memiliki  pengetahuan, mampu menulis,  sesungguhnya ia bisa menulis opini.  Dengan opini, tidak saja gagasan itu bisa menyebar, tapi juga,antara lain, membuat orang dikenal, juga mendapat honorarium.
Di Indonesia, hampir semua halaman surat kabar menyediakan rubrik opini. Dan hampir semuanya juga menyediankan honorarium untuk opini yang dimuat.  Opini-opini ini pun beraneka ragam. Bisa soal masalah sosial, politik, agama,  pertanian, perkebunan, pertambangan, hukum, dan lain sebagainya. Penulis dengan latar belakang bidang yang dikuasainya, akan mendapat tempat khusus di media massa jika ia menulis opini tentang bidang yang dikuasainya tersebut.
Bahkan, kadang media secara khusus meminta orang tersebut untuk menulis topik-topik tertentu untuk hari-hari tertentu pula. Karena itulah, misalnya, kita mengenal nama Satjipto Raharjo untuk bidang hukum dan ketertiban masyarakat, nama Ignas Kleden untuk bidang sosial, nama  Mulya Lubis untuk bidang hukum atau nama HS. Dillon untuk bidang pertanian.
Tentu saja mereka ini tidak langsung menjadi penulis opini.Mereka juga belajar, melalui banyak tahap. Tetapi, yang jelas mereka memiliki kompetensi yang membuat masyarakat  mengakui,  mereka memang layak untuk menulis soal atau masalah yang mereka tulis tersebut.

Antara Opini dan  Kolom

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustakan, Opini disebutkan sebagai ”pendapat; ”pikiran,” atau ”pendirian,”

Opini memang bisa diartikan sebagai pandangan seseorang tentang suatu masalah. Tidak sekadar pendapat, tetapi pendapat ilmiah. Pendapat yang bisa dipertanggungjawabkan dengan berdasar dalil-dalil ilmiah yang disajikan dalam  bahasa yang lebih  popular. Karena itulah, untuk menulis opini juga dibutuhkan riset. Riset merupakan penguat dari argumentasi penulis untuk menekankan gagasannya. Opini inilah yang ditulis dan dituangkan dalam bentuk ”artikel.”
Adapun kolom adalah opini yang ”lebih cair” dalam gaya bahasanya. Penulis kolom biasanya tidak saja mereka yang dikenal memiliki keahlian dalam bidang yang ditulisnya, tapi juga memiliki style –gaya-. Itu sebabnya disebut ”kolomnis”

Bagaimana Menjadi Penulis Opini:
Dengan melihat rangkaian di atas, maka di sini untuk menulis opini dibutuhkan:
1.Pengetahuan akan bidang/masalah tertentu
2.Ide dan Gagasan
3.Argumentasi gagasan
4.Teknik Penulisan Opini
5. Pengetahuan bahasa
6. Pengetahuan Tentang Media Massa.

Mari kita uraikan satu persatu:
1.    Pengetahuan Bidang/Masalah Tertentu.
Penulis opini memiliki otoritas akan bidang yang memang layak bagi dia untuk diketengahkan kepada masyarakat. Ini bekal utama seorang penulis opini. Jika ia ahli pertanian, tentu masyarakat akan percaya akan seluk beluk tanaman yang ditulis daripada yang menulis seorang sarjana hukum.
Pengetahuan bidang tertentu ini sangat penting, juga terutama untuk ”legitimasi” diri seorang penulis di depan publik.

2.    Ide dan Gagasan
Ide merupakan barang termahal yang dimiliki penulis  -apa pun dan siapa penulis itu. Ide bisa tumbuh dari mana pun. Penulis yang terlatih tidak pernah kehabisan ide untuk menulis opini. Karena ide bisa muncul di mana pun, maka seorang penulis biasanya langsung menulis ide-ide yang didapatnya  begitu ide itu muncul. Ide itulah yang kemudian dikembangkannya begitu ia  memiliki waktu untuk menulis. Misalnya, di sini, seorang penulis membaca media tentang tinggi harga karet. Penulis opini kemudian mendapat ide, membandingkan tingginya harga karet itu dengan kenyataan sepuluh tahun terakhir dengan dengan menganalisa apa penyebab naik –turunnya harga tersebut.

3.    Argumentasi Gagasan
Argumentasi ini sesungguhnya pasti dimiliki seseorang jika orang itu memang menulis bidangnya. Ini memang berkaitan dengan nomor 1 (pengetahuan bidang yang dimilikinya). Argumentasi penting karena di sinilah pembaca akan mengetahui ”kadar” keilmuan seorang penulis opini. Semakin kuat dan logis argumentasi yang ditampilkannya, maka akan semakin memperkuat gagasan yang ditulisnya.

4.    Teknik Penulisan Opini
Penulisan  opini di media massa berbeda dengan penulisan di media ilmiah. Pembaca media massa sangat beragam. Karena itu, penulisan opini di media massa harus memakai bahasa yang komunikatif, tidak bertele-tele, dan ringkas. Kecenderungan pembaca kini adalah membaca tulisan yang tidak panjang, enak dibaca,  dan gampang dicerna.

5.    Pengetahuan Bahasa
Kegagalan penulis opini dari kalangan ilmiah biasanya terletak pada penggunaan bahasa. Penulis opini dari latar belakang ilmiah harus belajar untuk memakai bahasa yang gampang dimengerti masyarakat, sehingga bahasa yang ditulisnya, efektif, efisien, dan mudah dimengerti.

Jika pun penulis opini ingin menampilkan istilah asing, ia  harus pula mencari padanan  dalam bahasa Indonesia. Penulis opini bahkan tidak usah khawatir untuk menampilkan idiom-idiom bahasa daerah jika dipandang menarik. Nasehat untuk ini: JANGAN SEKALI-KALI  MENGANGGAP PEMBACA SAMA TAHUNYA SEPERTI KITA.
Beberapa kata yang tidak efektif bisa dipangkas untuk menghasilkan tulisan yang padat. Kata-kata itu, misalnya, ”oleh,” ”adalah,”  ”itu,” ”tersebut” dll.

6.    Pengetahuan Media Massa
Pengetahuan tentang Media Massa merupakan hal penting yang perlu diketahui penulis opini agar tulisannya bisa dimuat. Penulis opini, dengan mempelajari sebuah media massa, akan bisa melihat, media massa itu,misalnya, apakah memberi perhatian kepada masalah-masalah yang digeluti sang penulis opini itu atau tidak. Suratkabar Kompas, misalnya, cenderung untuk memberi tempat kepada opini dalam bidang apa pun. Demikian juga harian Suara Pembaruan. Dengan pengetahuan seperti ini, maka seorang penulis opini tahu, ke mana artikel yang dibuatnya itu akan dikirim.

Bagaimana Supaya Opini Dimuat di Media Massa
A.    Ada peg/cantolan peristiwa
Seperti berita, opini pun memerlukan peg –cantolah peristiwa. Tujuan peg ini adalah agar opini ini relevan dengan yang sedang terjadi atau dibicarakan masyarakat. Semakin ada peg-nya maka, kemungkinan opininya dimuat akan semakin besar. Peg ini bermacam-macam. Bisa peristiwa yang tidak diduga, atau juga peristiwa yang sudah direncanakan pasti terjadi. Misalnya, menyambut sepuluh tahun peristiwa swasembada beras, peringatan ulangtahun lembaga/peristiwa tertentu, dll.
B.    Cari Angle Menarik
Jika peg itu sudah didapat, maka penulis tinggal mencari angle/sudut pandang: dia akan menulis apa dan dari sudut pandang apa? Angle merupakan hal penting yang menajamkan opini penulis satu dengan penulis lain. Nasehat untuk ini: carilah angle yang paling berbeda, unik, dan mungkin orang tidak terpikirkan. Tentang harga tanaman karet yang melonjak itu, misalnya, seorang penulis opini, misalnya, bisa mengambil angle: ancaman bahaya apa yang harusnya diwasdapai petani dengan tanaman mereka yang sudah berumur sekian puluh tahun?
C.    Eksplorasi gagasan dan argumentasi
Inilah argumentasi yang harus dibangun dan dimiliki penulis untuk menguatkan opininya. Untuk membangun argumentasi ini, penulis opini bisa menyodorkan data atau contoh-contoh peristiwa. Contoh itu bisa dari dalam negeri atau luar negeri.
D.    Tidak Menggurui
Isi tulisan opini mesti dihindarkan sejauh mungkin dari kesan menggurui, juga mengesankan penulisnya ”menampilkan,” kepintarannya. Salah satu cara agar tulisajn opini tidak menggurui, antara lain, jangan terlalu banyak menampilkan kutipan atau sumber-sumber literatur. Lebih baik penulis menampilkan contoh yang muncul sehari-hari dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, syarat lainnya: baca ulang opini tersebut berkali-kali.
Bisakah Saya Menulis Opini dan Dimuat di Koran?
Bisa!
Tidak ada penulis opini yang langsung terkenal. Semua dari bawah. Salah satu cara belajar yang baik: membaca opini-opini dari penulis terkenal. Pelajari kalimat dan bagaimana sang penulis mengungkapkan buah pikirannya.



[1]  Materi Bahasa Jurnalistik ini adalah tulisan Suroso (UNY) dengan judul asli “Bahasa Jurnalistik sebagai Materi Pengajaran BIPA Tingkat Lanjut “. Dipresentasika pada Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA) IV di Denpasar Bali 1-3 Oktober 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar