BAB VI. PEDOMAN JURNALISTIK DASAR
A. MANAJEMEN REDAKSIONAL
Dalam pengelolaan sebuah perusahaan atau usaha penerbitan
baik yang berskala local, nasional, atau pun internasional diperlukan adanya
sebuah manajemen kerja. Pada umumnya,
usaha penerbitan minimal harus memiliki tiga bagian: Top Management (General
Manager) – Pemimpin Umum, Redaksional, dan Perusahaan. Konsep manajemen
usaha penerbitan secara umum termasuk manajemen redaksional merupakan proses
pengelolaan cara kerja yang sistematis, saling terkait yang mencakup:
1.
perencanaan
2.
pengorganisasian
3.
pengarahan
4.
koordinasi dan pengendalian
Mengelola
Penerbitan Kampus pada dasarnya sama dengan mengelola media cetak lain.
Demikian juga soal job descriptions-nya. Ada dua bagian besar sebuah
penerbitan pers atau media massa: Bagian Redaksi (Editor Department) dan Bagian
Pemasaran atau Bagian Usaha (Business Department). Bagian Redaksi dipimpin oleh
Pemimpin Redaksi. Bagian Pemasaran dipimpin oleh Manajer Pemasaran atau
Pemimpin Usaha. Di atas keduanya adalah Pemimpin Umum (General Manager). Ada
juga Pemimpin Umum yang merangkap Pemimpin Redaksi.
Bagian
Redaksi tugasnya meliput, menyusun, menulis, atau menyajikan informasi berupa
berita, opini, atau feature. Orang-orangnya disebut wartawan. Redaksi merupakan
sisi ideal sebuah media atau penerbitan pers yang menjalankan visi, misi, atau
idealisme media.
Bagian
Redaksi dikepalai oleh seorang Pemimpin Redaksi. Di bawah Pemred biasanya ada
Wakil Pemred yang bertugas sebagai pelaksana tugas dan penanggungjawab
sehari-hari di bagian redaksi. Pemred/Wapemred membawahkan seorang atau lebih
Redaktur Pelaksana yang mengkoordinasi para Redaktur (Editor), Koordinator
Reporter (jika diperlukan), para Reporter dan Fotografer, Koresponden, dan
Kontributor. Termasuk Kontributor adalah para penulis lepas (artikel) dan
kolomnis.
Di
Bagian Redaksi ada pula yang disebut Dewan Redaksi atau Penasihat Redaksi.
Biasanya terdiri dari Pemred, Wapemred, Redpel, Pemimpin Usaha, dan orang-orang
yang dipilih menjadi penasihat bidang keredaksian. Ada pula yang disebut Staf
Ahli atau Redaktur Ahli, yakni orang-orang yang memiliki keahlian di bidang
keilmuwan tertentu yang sewaktu-waktu masukan atau pendapatnya sangat
dibutuhkan redaksi untuk kepentingan pemberitaan atau analisis berita.
Bagian
lain yang terkait dengan bidang keredaksian adalah Redaktur Pracetak yang
membidangi tugas Desain Grafis (Setting, Lay Out, dan Artistik) serta
Perpustakaan dan Dokumentasi. Dalam hal tertentu, bagian Penelitian dan
Pengembangan (Litbang) dapat masuk ke bagian Redaksi.
1. Pemimpin
Umum (General Manager)
Ia bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya penerbitan pers,
baik ke dalam maupun ke luar. Ia dapat melimpahkan pertanggung jawabannya
terhadap hukum kepada Pemimpin Redaksi sepanjang menyangkut isi penerbitan
(redaksional) dan kepada Pemimpin Usaha sepanjang menyangkut pengusahaan
penerbitan.
2. Pemimpin
Redaksi
Pemimpin Redaksi (Editor in Chief) bertanggung jawab terhadap
mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian sehari-hari. Ia harus mengawasi isi
seluruh rubrik media massa yang dipimpinnya. Di suratkabar mana pun, Pemimpin
Redaksi menetapkan kebijakan dan mengawasi seluruh kegiatan redaksional. Ia
bertindak sebagai jenderal atau komandan yang perintah atau kebijakannya harus
dipatuhi bawahannya. Kewenangan itu dimiliki karena ia harus bertanggung jawab
jika pemberitaan medianya “digugat” pihak lain.
Pemimpin Redaksi juga bertanggung jawab atas penulisan dan isi
Tajuk Rencana (Editorial) yang merupakan opini redaksi (Desk opinion). Jika
Pemred berhalangan menulisnya, lazim pula tajuk dibuat oleh Redaktur Pelaksana,
salah seorang anggota Dewan Redaksi, salah seorang Redaktur, bahkan seorang
Reporter atau siapa pun — dengan seizin dan sepengetahuan Pemimpin Redaksi—
yang mampu menulisnya dengan menyuarakan pendapat korannya mengenai suatu
masalah aktual.
3. Dewan
Redaksi
Dewan Redaksi biasanya beranggotakan Pemimpin Umum, Pemimpin
Redaksi dan Wakilnya, Redaktur Pelaksana, dan orang-orang yang dipandang
kompeten menjadi penasihat bagian redaksi. Dewan Redaksi bertugas memberi
masukan kepada jajaran redaksi dalam melaksanakan pekerjaan redaksional. Dewan
Redaksi pula yang mengatasi permasalahan penting redaksional, misalnya
menyangkut berita yang sangat sensitif atau sesuai-tidaknya berita yang dibuat
tersebut dengan visi dan misi penerbitan yang sudah disepakati.
4. Redaktur
Pelaksana.
Di
bawah Pemred biasanya ada Redaktur Pelaksana (Managing Editor). Tanggung
jawabnya hampir sama dengan Pemred/Wapemred, namun lebih bersifat teknis.
Dialah yang memimpin langsung aktivitas peliputan dan pembuatan berita oleh para
reporter dan editor.
5. Redaktur
Redaktur (editor) sebuah penerbitan pers biasanya lebih dari satu. Tugas utamanya adalah melakukan editing atau penyuntingan, yakni aktivitas penyeleksian dan perbaikan naskah yang akan dimuat atau disiarkan. Di internal redaksi, mereka disebut Redaktur Desk (Desk Editor), Redaktur Bidang, atau Redaktur Halaman karena bertanggung jawab penuh atas isi rubrik tertentu dan editingnya. Seorang redaktur biasanya menangani satu rubrik, misalnya rubrik ekonomi, luar negeri, olahraga, dsb. Karena itu ia dikenal pula dengan sebutan “Jabrik” atau penanggung jawab rubrik.
Redaktur (editor) sebuah penerbitan pers biasanya lebih dari satu. Tugas utamanya adalah melakukan editing atau penyuntingan, yakni aktivitas penyeleksian dan perbaikan naskah yang akan dimuat atau disiarkan. Di internal redaksi, mereka disebut Redaktur Desk (Desk Editor), Redaktur Bidang, atau Redaktur Halaman karena bertanggung jawab penuh atas isi rubrik tertentu dan editingnya. Seorang redaktur biasanya menangani satu rubrik, misalnya rubrik ekonomi, luar negeri, olahraga, dsb. Karena itu ia dikenal pula dengan sebutan “Jabrik” atau penanggung jawab rubrik.
6. Redaktur
Pracetak.
Setingkat
dengan Redaktur/Editor adalah Redaktur Pracetak atau Redaktur Artistik. Ia
bertanggung jawab menangani “Naskah Siap Cetak” (All In Hand/All Up) dari para
redaktur, yaitu semua naskah berita yang sudah diturunkan ke percetakan dan
sudah diset bersih, desain cover dan perwajahan (tataletak, lay out, artistik),
dan hal-ihwal sebelum koran dicetak.
Bagian
lain di yang berada di bawah koordinasi Redaktur Pracetak adalah Setter atau
juruketik naskah. Ia bertugas mengetik naskah yang akan dimuat. Ada pula
Korektor yang bertugas mengoreksi (membetulkan) kesalahan ketik pada naskah
yang siap cetak.
7. Reporter
Di bawah para editor adalah para Reporter. Mereka merupakan “prajurit” di bagian redaksi. Mencari berita lalu membuat atau menyusunnya, merupakan tugas pokoknya.
Di bawah para editor adalah para Reporter. Mereka merupakan “prajurit” di bagian redaksi. Mencari berita lalu membuat atau menyusunnya, merupakan tugas pokoknya.
8. Fotografer
Fotografer (wartawan foto atau jurupotret) tugasnya mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis. Ia merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulis (reporter).
Fotografer (wartawan foto atau jurupotret) tugasnya mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis. Ia merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulis (reporter).
Jika
tugas wartawan tulis menghasilkan karya jurnalistik berupa tulisan berita,
opini, atau feature, maka fotografer menghasilkan Foto Jurnalistik (Journalistic
Photography, Photographic Communications). Fotografer menyampaikan
informasi atau pesan melalui gambar yang ia potret. Fungsi foto jurnalistik
antara lain menginformasikan (to inform), meyakinkan (to persuade),
dan menghibur (to entertain).
9. Koresponden
Selain reporter, media massa biasanya memiliki pula Koresponden (correspondent) atau wartawan daerah, yaitu wartawan yang ditempatkan di negara lain atau di kota lain (daerah), di luar wilayah di mana media massanya berpusat.
Selain reporter, media massa biasanya memiliki pula Koresponden (correspondent) atau wartawan daerah, yaitu wartawan yang ditempatkan di negara lain atau di kota lain (daerah), di luar wilayah di mana media massanya berpusat.
10. Kontributor
Kontributor atau penyumbang naskah/tulisan secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi redaksi. Ia terlibat di bagian redaksi secara fungsional. Termasuk kontributor adalah para penulis artikel, kolomnis, dan karikaturis. Para sastrawan juga menjadi kontributor ketika mereka mengirimkan karya sastranya (puisi, cerpen, esei) ke sebuah media massa.
Kontributor atau penyumbang naskah/tulisan secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi redaksi. Ia terlibat di bagian redaksi secara fungsional. Termasuk kontributor adalah para penulis artikel, kolomnis, dan karikaturis. Para sastrawan juga menjadi kontributor ketika mereka mengirimkan karya sastranya (puisi, cerpen, esei) ke sebuah media massa.
Wartawan
Lepas (Freelance Journalist) juga termasuk kontributor. Wartawan Lepas
adalah wartawan yang tidak terikat pada media massa tertentu, sehingga bebas
mengirimkan berita untuk dimuat di media mana saja, dan menerima honorarium
atas tulisannya yang dimuat.
Termasuk kontributor adalah Wartawan Pembantu (Stringer). Ia bekerja untuk sebuah perusahaan pers, namun tidak menjadi karyawan tetap perusahaan tersebut. Ia menerima honorarium atas tulisan yang dikirim atau dimuat.
Termasuk kontributor adalah Wartawan Pembantu (Stringer). Ia bekerja untuk sebuah perusahaan pers, namun tidak menjadi karyawan tetap perusahaan tersebut. Ia menerima honorarium atas tulisan yang dikirim atau dimuat.
11. Bidang
Pendukung Redaksi
Bagian yang tak kalah pentingnya untuk membantu kelancaran
kerja redaksi adalah bagian Perpustakaan dan Dokumentasi serta bagian
Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Litbang memantau perkembangan sebuah
penerbitan, survei pembaca, dan memberikan masukan-masukan bagi pengembangan
redaksional dan bagian lainnya, termasuk pembinaan dan pengembangan kualitas sumber
daya manusia.
12. Bagian
Usaha (Business Department)
Bertugas menyebarluaskan media massa, yakni melakukan pemasaran
(marketing) atau penjualan (saling) media massa. Bagian ini merupakan sisi
komersial meliputi sirkulasi/distribusi, iklan, dan promosi.
Biasanya,
bagian pemasaran dipimpin oleh seorang Pemimpin Perusahaan atau seorang Manajer
Pemasaran (Marketing Manager) yang membawahi Manajer Sirkulasi, Manajer Iklan,
dan Manajer Promosi.
Alur
Kerja Redaksi
Alur kerja redaksi sebuah organisasi
penerbitan adalah sebagai berikut: News Planning (rapat redaksi,
membahas rencana isi produk terbitan, misalnya tiap tanggal 1 sekaligus
evaluasi edisi sebelumnya); News Hunting (pengumpulan data atau
bahan-bahan tulisan, bisa melalui wawancara atau studi literatur), News
Writing (pengolahan bahan tulisan menjadi tulisan alias menulis
naskah), News Editing (penyuntingan naskah, koreksi, dan
penyesuaian naskah dengan space/kolom yang tersedia), lalu masuk ke Graphic
Design (layout, artistik, ilustrasi), dan masuk ke percetakan (Printing).
B. PERENCANAAN LIPUTAN BERITA
Sebelum terjun ke lapangan mencari bahan-bahan
pemberitaan, seorang jurnalis harus merencanakan kegiatan peliputanya, baik
dalam sebuah rapat redaksi atau sendirian. Dalam merencanakan liputan seorang
jurnalis harus:
1.
paham apa itu berita
2.
pahan tujuan
penulisan berita. Tujuan penulisan itu bisa memberitahukan, menjelaskan,
membimbing, atau menekankan tentang suatu hal kepada pembaca. Tujuan ini
terkait denga fungsi/ peran pers mahasiswa, yaitu:
a.
penyampai informasi,
sosialisasi, dan edukator
b.
Inspirator,
motivator, provokator, dan korektor
c.
Mediator, wahana
debat dan diskusi
Ada beberapa teknik perencanaan dan peliputan
1.
menentukan isu
2.
menentukan angle
(dari segi apa atau sudut apa)
3.
menentukan nara
sumber (yang terlibat/ pelaku/ tokoh)
4.
memeriksa bahan;
apakah sudah 5W+1H sudah terjawab
5.
jangan putus asa
ketika bahan atau nara sumber tidak ditemukan. Cari cara lain!
Perencanaan liputan pemberitaan yang baik biasanya
memenuhi kriteria; berita memiliki angle yang tepat, tulisan fokus, bahan
lengkap, nara sumber tepat, dan yang tak kalah penting, tepat deadline.
Unsur-unsur dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
1.
Penulis dan reporter
2.
Rubrik
3.
Angle/ fokus tulisan.
Dalam setiap perencanaan liputan pemberitaan angle harus jelas dan kuat. Angle
biasanya berbentu sebuah pertanyaan yang harus dijawab dalam tulisan. Dan yang
harus selalu diingat: Satu tulisan. Satu angle.
4.
Deadline
5.
Abstraksi. Ini adalah
bagian dari gambaran singkat masalah yang akan hendak diliput dan ditulis. Isi
abstraksi adalah:
a.
kebaruan/ apa yang
baru?
b.
Apa pentingnya?
c.
Apa dampaknya?
d.
Apa hipotesa/ dugaan
penulis?
e.
Apa bukti atau alasan
pendukung?
6.
Sumber berita
7.
Pertanyaan-pertanyaan
C. WAWANCARA
Wawancara adalah tahapan mendapatkan data-data,
keterangan, fakta-fakta, dan informasi lainnya yang diinginkan wartawan dari
nara sumber yang tepat. Namun tidak semua wawancara menghasilkan bahan yang
bisa diberitakan. Mungkin saja wawancara hanya dilakukan untuk mengetahui latar
belakang, mengklarifikasi, me-rechek informasi yang didapat sebelumnya.
Wawancara sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan tanya
jawab antara wartawan dengan narasumber.
Persiapan wawancara
Persiapan wawancara
dapat dilakukan dengan dua tahapan:
-
biografis;
mengumpulkan keterangan tentang gelar, nama, tempat tinggal, data-data umum
lainnya yang bisa diperoleh lewat sekretaris pribadi sang tokoh, biografi,
Koran, majalah, atau biodata.
-
Non-biografis;
mengumpulkan keterangan seputar subyek seperti apa yang digemari atau berkaitan
erat dengan kehidupan tokoh di luar data-data biografis. Misalnya,
sikap politik, rutinitas kesehariannya, atau hobi.
Melakukan
wawancara
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan di dalam melaksanakan wawancara:
1. tersenyum
dengan sopan
2. memperkenalkan
diri
3. menunjukkan
minat terhadap orang/subyek
4. membuat
nara sumber merasa nyaman
5. mempersiapkan
diri untuk mencatat tanpa mengganggu wawancara
6.
mengajukan pertanyaan
pembuka yang dapat membuat nara sumber merasa akrab
7.
menghindarai
pertanyaan yang menggunakan kata perasaan
8.
mengajukan pertanyaan
yang sesuai dengan nilai berita yang hendak dituju (angle) dan berbobot
Jenis wawancara
ada beberapa jenis wawancara:
- wawancara langsung (tatap muka)
- wawancara tidak langsung (tertulis dan telepon)
Keterangan Narasumber
Beberapa
jenis keterangan narasumber yang harus disepakati, sebelum bahan wawancara
ditulis antara lain.
On
the record
Semua
pernyataan boleh dikutip dengan menyertakan nama serta gelar orang yang membuat
On
Background
Semua
peryataan boleh dikutip tapi tanpa menyertakan nama dan gelar orang yang
memberi peryataan tersebut.
On
Deep Background
Apapun
yang dikatakan boleh digunakan tapi tidak dalam bentuk kutipan langsung dan
tidak untuk sembarang jenis penyebutan.
Off
the record
Informasi
yang diberikan tidak boleh disebarluaskan. Dan juga tidak boleh dialihkan
kepada narasumber lain dengan harapan bahwa informasi itu kemudian boleh
dikutip.
Affidavit
merupakan bahan yang dapat memperkuat berita investigatif
karena berbentuk pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah di hadapan
notaris publik. Keterangan affidavit menepis kemungkinan
penyangkalan narasumber yang menyatakan dirinya telah salah dikutip.
C. MENULIS BERITA
Selain dituntut mampu mencari bahan dan materi
pemberitaan, seorang wartawan juga dituntut mampu mengolah data atau bahan yang
sudah didapat di lapangan menjadi sebuah berita utuh yang siap dipublikasikan.
Kemampuan dan keterampilan menulis berita bagi seorang wartawan adalah sangat
penting. Keterampilan menulis di sini adalah:
1.
kemampuan menulis
secara benar dan baik dalam memakai tanda baca, istilah, dan tata bahasa lainnya.
2.
pengetahuan dan penggunaan kata-kata
3.
kemampuan menulis dan menyusun
paragraph-paragraf
4.
kemampuan lainnya
Namun
sebelum proses penulisan berita tersebut dimulai, ada beberapa hal yang mesti
dilakukan oleh seorang wartawan adalah merencanakan, dan meliput berita. Dalam
hal perencanaan, seorang wartawan harus mengerti betul peristiwa atau hal apa
yang akan diberitakan. Untuk itu ia mesti tahu nilai-nilai berita dari suatu
peristiwa atau suatu hal.
a. Nilai Berita
1.
timelines
(kesegaran/kebaruan)
2.
proximity
(keterdekatan)
3.
consequence
(konsekuensi)
4.
conflict
(konflik)
5.
oddity
(keanehan/keganjilan/unik)
6.
sex (seks)
7.
emotion
(emosi)
8.
prominence
(names make news) – (keterkenalan)
9.
progress
(perkembangan)
b. Jenis-Jenis Berita
1.
straight news
adalah berita yang sering disebut sebagai berita langsung dan umumnya digunakan
dalam pemberitaan surat kabar harian. Dan disebut langsung sebab biasanya dapat
berasal dari satu sumber saja. Penulisannya cukup memenuhi unsure 5W+1H (what,
who, when, where, why, dan how). Sedangkan kaidah penulisannya biasanya
menggunakan kaidah piramida terbalik ( Penting – cukup penting – kurang
penting).
2.
indepth (investigative) news
atau berita mendalam. Berita ini disajikan setelah melewati proses peliputan
yang lama dengan data-data yang sangat lengkap dan valid. Materi beritanya biasanya lebih panjang yang berisi
fakta-fakta, analisa-analisa, dan terkadang juga disiapkan kajian pustaka.
Umumnya berita-yang disajikan dengan cara ini adalah berita-berita hasil
investigasi. Berita investigasi adalah berita yang didapatkan dari hasil
pengamatan lapangan, wawancara nara sumber, kajian pustaka dan dokumen lainnya
yang mendukung. Berita investigasi adalah berita yang menguak sesuatu yang
tersembunyi atau disembunyikan dari suatu kejadian atau peristiwa dan memiliki
nilai berita yang amat penting untuk didapatkan masyarakat. Aspek pentingnya
adalah mengorek suatu peristiwa secara mendalam dengan detail-detail data,
fakta, dan informasi
3.
soft news atau biasa disebut berita ringan atau sering
diistilahkan sebagai feature, dengan menampilkan ”the other side”.
Artinya, yang disajikan adalah hal-hal yang ringan bukan kasus-kasus berat yang
perlu dipahami secara mendalam. Untuk mencernanya tidak harus sampai
mengernyitkan dahi.
Features/human
interest disajikan dengan bahasa bertutur (story
telling) dengan tema khusus. Biasanya mengupas tentang dinamika
kehidupan kelompok orang, masyarakat atau bahkan perorangan. Mungkin juga
kegemaran orang, tempat-tempat yang terlupakan padahal memiliki nilai penting,
atau kehidupan perjalanan sukses seseorang, dan bisa juga orang-orang kelas
bawah yang bertahan di sudut-sudut kota yang kumuh.
Peristiwa
yang diberitakan bisa jadi bukan termasuk yang teramat penting untuk diketahui
khalayak bahkan mungkin telah tejadi beberapa waktu yang lalu tetapi menjadi
perhatian masyarakat, yang dimaksudkan untuk memberikan informasi dan menghibur
pembaca.
Yang
harus diingat:
1.
Di balik peristiwa besar otomatis ada sisi human interest yang tinggi.
2.
Berita human interest tak selalu terkait dengan public figure. Banyak
orang ”tak terkenal” yang jadi liputan
besar media, karena sosoknya sedang mengalami pergulatan kemanusiaan yang
tinggi.
Contoh:
Martinus, bocah yang selamat dalam kasus tsunami Aceh.
3. Apakah berita human interest hanya ada pada peristiwa
besar? Tidak. Sebab, peristiwa human interest adalah peristiwa yang banyak dan
bisa kita temui sehari-hari. Karena itu, liputan berita ini bisa direncanakan.
Liputan pada human
interest
Liputan human interest umumnya ditulis dalam bentuk
feature. Yakni, penggambaran peristiwa manusia yang ”hidup”, menunjukkan
proses, aktivitas, sehingga liputannya tak hanya dengan wawancara (apalagi
telepon). Perlu ada deskripsi yang kuat, menggambarkan denah lokasi, suasana.
Bahkan, kalau perlu bahasa tubuh dan susana batin.
Bahasa:
Seperti straight
news, features itu selalu juga berbasis fakta. Bahasa seperti karya jurnalistik
lainnya, tetap harus padat, lugas, dan ekonomi kata. Karena itu, feature yang
baik bukan mendayu-dayu seperti prosa. Namun, penulisan features harus cair, ringan, lincah, tidak kaku seperti
straight news.
Misalnya:
=Tercium bau yang tidak enak (straight)
=Tercium bau bau seperti karet terbakar (feature).
= Hasan hidup berladang dari petak sawah seluas tiga bahu
= Hasan hidup berladang dari petak sawah seluas lapangan
bola
Beberapa
perbedaan straight news dengan feature
Straight news
Features
1.
Hard news
1. Soft news
2.
Magnitude, 2.
Human interest
Aktualitas
3. Menulis peristiwa 3. Bercerita di balik
4. Memberi informasi 4. Menghibur,
berempati
5. Memenuhi keingintahuan 5.Membangkitkan emosi
6. Sangat cepat basi. 6. Lebih
tahan lama.
7.
Lead, tubuh berita 7. Lead, body, ending
(piramida
terbalik) susah
dipotong
mudah dipotong
8.
Bahasa yang lugas. 8. Bahasa yang
cair.
9.Berbasis fakta. Kekuatannya 9.Berbasis fakta. Kekutannya
pada pada data/analisa data
dan gaya bercerita.
10. Wartawan tak boleh 10. Kadang ada penilaian
beropini.
/subjektivitas
11. Biasanya identitas wartawan 11. Biasanya nama wartawan
ditulis
dengan kode.
ditulis lengkap (by line)
Bahan
untuk menulis berita human interest/features.
Apa saja, pokoknya ada kaitannya dengan masalah kemanusiaan. Mengukur kuat
tidaknya features itu adalah apakah tulisan itu sangat menyentuh hati pembaca.
Apalagi, kalau tulisan itu sebuah ’news-features’ yang selain memiliki aspek
human interest juga aktual dengan perkembangan berita saat itu.
Friedlander
dan Lee dalam Septiawan S. mengkategorikan feature news menjadi 14,
yaitu:
- The Bussiness Story (seputar soal bisnis)
- The Commemorative Story (mengenai perayaan atau peringatan)
- The Explanatory Story (melaporkan proses kegiatan)
- The First Person Story (kisah pengalaman seseorang yang ditunggu-tunggu masayarakat)
- The Historical Story (tentang sejarah)
- The Hobbyist Story (tentang kegemaran yang unik dari seseorang)
- The How-To Story (kisah mengenai bagaimana seseorang atau suatu hal memperoses sebuah kegiatan)
- The Invention Story (kisah penemuan)
- The Medical Story (tentang dunia kesehatan)
- The Odd-Ocupation Story (kisah pekerjaan yang unik)
- The Over View Story (mengulas fenomena actual di tengah masyarakat)
- The Profile Story (profil tokoh)
- The Unfamiliar Visitor Story (kisah orang di sekitar kejadian yang tak dikenal untuk memahami sebuah peristiwa lebih baik)
- The Participation Story (kisah yang dibuat dengan keterlibatan penuh penulis)
c. Menulis Berita
Menulis
berita merupakan kegiatan penyampaian serangkaian fakta-fakta dan data-data dan
menghindari subjektivitas penulis (wartawan) untuk disampaikan kepada
masyarakat dengan bahasa yang lancar, jelas, lugas, sederhana, padat, singkat,
dan menarik.
Sebelum
menjadi berita yang lengkap, wartawan biasanya membuat outline untuk memudahkan
penulisan berita.
• Kita
bisa saja hanya merancang outline di benak Kita. Beberapa penulis lebih suka
menuliskannya ke notes lalu mengurutkannya menjadi susunan yang dibayangkan
akan muncul dalam feature nantinya.
• Penulis
lain lebih suka membuat draf yang telah berupa beberapa paragraf. Tujuannya,
kalimat-kalimat dalam paragraf itu nantinya bisa dikopi paste, dipotong,
ditambah, atau disusun ulang sesuai kebutuhan.
Secara
sederhana sistematika menulis berita cukup dengan menggunakan rumus 5W + H,
Keenam hal tersebut mesti ada di dalam berita yang hendak kita tulis, yaitu:
1. what,
peristiwa apa yang terjadi
2. who,
siapa yang terlibat dalam peristiwa itu
3. when,
kapan peristiwanya terjadi
4. where,
dimana peristiwa itu terjadi
5. why,
mengapa peristiwa itu terjadi
6. how,
bagaimana kejadiannya.
Sebuah berita biasanya berisi tiga bagian. Pertama, lead
atau “kepala berita” yang dapat berupa ringkasan, deskripsi, atau pertanyaan
yang memungkinkan pembaca merasa tertarik dengan pemberitaan tersebut. Kedua, isi
(body news). Dan bagian terakhir adalah penutup.
Lead menjadi penentu berita kita menjadi bagus, menarik,
dan enak untuk dibaca pembaca. Ada beberapa cara menyiasati membuat lead
yang baik.
·
Lead ringkasan.
Ini adalah lead yang umum dipakai dalam setiap pemberitaan. Lead jenis ini berisi kesimpulan atau ringkasan dari
berita yang kita sajikan. Contoh:
Biaya pelantikan untuk setiap calon
terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah
jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya sosialisasi pemili legislatif untuk
setiap pemilih. Ketimpangan itu menunjukkan buruknya dan tidak adanya prioritas
Komisi Pemilihan Umum dalam membuat anggaran pemilu.
(KOMPAS, 9
September 2009, ”Biaya Pelantikan Terlalu Besar”)
·
Lead deskriptif. Lead jenis ini mendeskripsikan/menggambarkan tentang
peristiwa, tokoh yang terlibat, kondisi yang terjadi di tempat kejadian atau
peristiwa yang kita beritakan berlangsung. Ini akan memungkinkan pembaca merasa
ikut terlibat dalam pemberitaan kita. Contoh:
Mata Asep Gumilar (10) berbinar-binar.
Muka murungnya berbalik menjadi ceria. Permainan samurai memuatnya sibuk
menggerakkan tangan kanannya. Kedua kakinya bergantian mengikuti arah gerakan
tangannya.
(KOMPAS, 7 September 2009, ”Mengembalikan
Keceriaan dan Kesejahteraan ’Selatan’”)
Sepuluh penari cilik itu bersiap di
panggung sederhana beratap ilalang di Dsa Plana, Kecamatan somagde, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. Mereka brsiap memainkan dolanan tradisional Banyumas,
seliring genting, dalam bentuk sendratari.
(KOMPAS, 9
September 2009, ”Dolanan Tradisonal Termakan Zaman”)
·
Lead pertanyaan. Lead jenis ini bertujuan untuk menantang pengetahuan
atau rasa ingin tahu pembaca. Contoh:
Mungkinkah kejayaan opium Afganistan
berakhir? Bisa jadi. Menurut laporan terbaru Badan Perserikatan Bangsa-bangsa
untuk Penanggulangan Narkoba dan Kriminalitas Terkait dengan Narkoba atau
UNODC, Survei Opium Afganistan 2009, produksi opium di afganistan menurun
hingga 22 persen.
(KOMPAS, 9
September 2009, ”Era Kejayaan Opium Berakhir?”)
·
Lead analogi. Lead ini memberikan sebuah analogi yang tepat dan pas
dengan peristiwa yang kita beritakan sehingga tulisan kita tidak terkesan
kering dan lebih kreatif. Dengan demikian pembaca akan lebih tertarik mengikuti
sajikan berita kita. Contoh:
Bagai petir di siang bolong. Begitulah
obrolan serius yang terlontar dan sangat bertolak belakang dengan tema sebuah
Seminar, ”Prospek Pemulihan Krisis Ekonomi dan Implikasinya Bagi Perkembangan
Industri Jasa Penyewaan Kendaraan”, di Jakarta belum lama ini.
(KOMPAS, 9
September 2009, ”Fortuner Diesel, Hadir di Tengah Kegalauan Pasar”)
·
Lead kutipan. Kutipan yang dalam dan ringkas serta sesuai dengan yang
kita beritakan dapat membuat berita kita menjadi menarik. Kutipan yang dipakai
umumnya adalah komentar/omongan orang-orang terkenal. Contoh;
”Kesehatan merupakan hak dasar rakyat,”
begitu dinyatakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat melantik Konsil
Kedokteran Indonesia pada 2 September 2009. pernyataan itu menegaskan Pasal 28
H Ayat (1) UUD 1945, ” setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik sdan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
(KOMPAS, 9
September 2009, ”Mempertanyakan Hak Dasar Warga Negara”)
Selain itu masih ada beberapa jenis lead yang lain.
Tubuh berita
Tubuh berita sebagian besar berisi serita detail,
penjelasan atau keterangan tambahan. Ada dua pola yang lazim dipakai media;
1.
piramida terbalik
2.
model campuran.
Biasanya dipakai dalam tulisan-tulisan panjang.
Beberapa Kaidah atau Aturan Umum Penulisan Berita
Aturan umum untuk penulisan berita:
1.
kalimatnya hendaklah
menggunakan kalimat aktif dan tidak terlalu panjang.
2.
Usahakan sumber
berita disebutkan dengan memperhatikan detail-detailnya, seperti nama, jabatan,
tempat dan kutipannya.
3.
Penggunaan kutipan
hendaklah pada pernyataan yang sifatnya penting dan kotroversial.
4.
Untuk singkatan harus
dijelaskan secara detail dan hindari penggunaan singkatan yang berlebihan.
5.
Hindari kata-kata
ungkapan klise dan bahasa asing.
6.
Mengurangi pengulangan
kata dengan menyediakan kata ganti sebanyak-banyaknya.
7.
Dan yang terakhir
ceklah kembali tulisan berita anda.
BAHASA JURNALISTIK[1]
Bahasa
jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam
bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik
(ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa
literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik
memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang
lain.
Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam
menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Dengan demikian,
bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan
sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Bahasa
jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan
jenis tulisan apa yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan
untuk menuliskan reportase investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan
dengan bahasa yang digunakan dalam penulisan features. Bahkan bahasa jurnalistik pun sekarang sudah
memiliki kaidah-kaidah khas seperti dalam penulisan jurnalisme perdamaian (McGoldrick dan Lynch,
2000). Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis berita utama—ada yang
menyebut laporan utama, forum utama--
akan berbeda dengan bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis
tajuk dan features. Dalam menulis banyak faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik bahasa jurnalistik
karena penentuan masalah, angle tulisan, pembagian tulisan, dan sumber
(bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya bahasa jurnalistik tidak
meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hal
pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana (Reah, 2000). Karena berbagai
keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu) maka bahasa jurnalistik
memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas
dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti
perkembangan bahasa dalam masyarakat.
Sifat-sifat tersebut merupakan hal
yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca
oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan
kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal.
Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat
kabar. Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk
menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca secepatnya dengan mengutamakan daya komunikasinya.
Dengan
perkembangan jumlah pers yang begitu pesat pasca pemerintahan Soeharto—lebih
kurang ada 800 pelaku pers baru—bahasa pers juga menyesuaikan pasar.
Artinya, pers sudah menjual wacana
tertentu, pada golongan tertentu, dengan isu-isu yang khas.
Pemakaian Bahasa Jurnalistik
Terdapat
berbagai penelitian yang terkait dengan
bahasa, pikiran, ideologi, dan media massa cetak di Indonesia. Anderson (1966,
1984) meneliti pengaruh bahasa dan
budaya Belanda serta Jawa dalam perkembangan bahasa politik Indonesia modern,
ketegangan bahasa Indonesia yang populis dan bahasa Indonesia yang
feodalis. Naina (1982) tentang perilaku
pers Indonesia terhadap kebijakan pemerintah seperti yang termanifestasikan
dalam Tajuk Rencana. Hooker (1990) meneliti model wacana zaman orde lama dan
orde baru. Penelitian tabor Eryanto (2001) tentang analisis teks di media massa.
Dari puluhan penelitian yang breakout dengan pers, tenyata belum terdapat
penelitian yang secara khusus memformulasikan karakteristik (ideal) bahasa
jurnalistik berdasarkan induksi karakteristik
bahasa pers yang termanifestasikan dalam kata, kalimat, dan wacana.
Di awal tahun 1980-an terbersit
berita bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah bahasa
Indonesia baku. Roni Wahyono (1995) menemukan kemubaziran bahasa wartawan di
Semarang dan Yogyakarta pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal
(pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan,
kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan
kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita
olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan
terendah pada berita kriminal. Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa
dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosakata, pengetahuan kebahasaan
yang terbatas, dan kurang bertanggung
jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang
belum baik. Sedangkan faktor di luar penulis, yang menyebabkan wartawan
melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia karena keterbatasan
waktu menulis, lama kerja, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak
tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar.
Walaupun
di dunia penerbitan telah ada buku-buku jurnalistik praktis karya Rosihan Anwar
(1991), Asegaf (1982), Jacob Oetama (1987), Ashadi Siregar, dll, namun masih
perlu dimunculkan petunjuk akademik maupun teknis pemakaian bahasa jurnalistik.
Dengan mengetahui karakteristik bahasa pers Indonesia—termasuk sejauh mana
mengetahui penyimpangan yang terjadi, kesalahan dan kelemahannya,-- maka akan
dapat diformat pemakaian bahasa jurnalistik yang komunikatif.
Terdapat
beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa
Indonesia baku:
1. Peyimpangan
morfologis. Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat
kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan
penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan
dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak Mati
Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-mata. Amerika Bom Lagi
Kota Bagdad.
2. Kesalahan
sintaksis. Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang
kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika
yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke
Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil Kerajinan Desa
Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika. Kasus
serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional.
3. Kesalahan
kosakata. Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme)
atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan Mahasiswa Oleh
Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit
diganti kejahatan. Dalam konflik Dayak- Madura, jelas bahwa yang bertikai
adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan tidak menunjuk kedua etnis secara
eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto banyak sekali kosakata yang diekspose
merupakan kosakata yang menekan seperti GPK, subversif, aktor intelektual,
ekstrim kiri, ekstrim kanan, golongan frustrasi, golongan anti pembangunan,
dll. Bahkan di era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian
kosakata yang bias makna semakin banyak.
4. Kesalahan
ejaan. Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar. Koran Tempo
yang terbit 2 April 2001yang lalu tidak luput dari berbagai kesalahan ejaan.
Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis
Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis
singkron, dll.
5. Kesalahan
pemenggalan. Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal
penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih
menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi
dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari beberapa kesalahan
seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik
menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai
bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf
yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan
menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap
pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi
rusak karena penyisipan-penyisipan yang
tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke
dalamnya.
Oleh karena
itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan pertautan dengan (a) memperhatikan
kata ganti; (b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala
sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat
dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian
bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus. Sedangkan variasi dapat
diperoleh dengan (1) pemakaian kalimat yang berbeda menurut struktur gramatikalnya; (2) memakai
kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan (3) pemakaian urutan unsur kalimat
seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling.
Jurnalistik “gaya Tempo” menggunakan kalimat-kalimat yang pendek dan pemakaian
kata imajinatif. Gaya ini banyak dipakai oleh berbagai wartawan yang pernah
bersentuhan dengan majalah Tempo.
Agar penulis
mampu memilih kosakata yang tepat mereka dapat memperkaya kosakata dengan
latihan penambahan kosakata dengan teknik sinonimi, dan antonimi. Dalam teknik
sinonimi penulis dapat mensejajarkan kelas kata yang sama yang nuansa maknanya
sama atau berbeda. Dalam teknik antonimi penulis bisa mendaftar kata-kata dan
lawan katanya. Dengan cara ini penulis bisa memilih kosakata yang memiliki rasa
dan bermakna bagi pembaca. Jika dianalogikan dengan makanan, semua makanan
memiliki fungsi sama, tetapi setiap orang memiliki selera makan yang berbeda.
Tugas jurnalis adalah melayani selera pembaca dengan jurnalistik yang enak
dibaca dan perlu. (Slogan Tempo).
Goenawan
Mohamad pada 1974 telah melakukan “revolusi putih” (Istilah Daniel Dhakidae)
yaitu melakukan kegiatan pemangkasan sekaligus pemadatan makna dan substansi
suatu berita. Berita-berita yang sebelumnya cenderung bombastis bernada
heroik--karena pengaruh revolusi—dipangkas habis menjadi jurnalisme sastra yang
enak dibaca. Jurnalisme semacam ini setidaknya menjadi acuan atau model koran
atau majalah yang redakturnya pernah mempraktikkan model jurnalisme ini. Banyak
orang fanatik membaca koran atau majalah
karena gaya jurnalistiknya, spesialisasinya, dan spesifikasinya. Ada
koran yang secara khusus menjual rubrik opini, ada pula koran yang
mengkhususkan diri dalam peliputan berita. Ada pula koran yang secara khusus
mengkhususkan pada bisnis dan iklan. Jika dicermati, sesungguhnya, tidak ada
koran yang betul-betul berbeda, karena biasanya mereka berburu berita pada
sumber yang sama. Jurnalis yang bagus, tentu akan menyiasati selera dan pasar
pembacanya.
Dalam
hubungannya dengan prinsip penyuntingan bahasa jurnalistik terdapat beberapa
prinsip yang dilakukan (1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang
tubuh dan data tulisan, (2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada
penguasaan atas data-data aktual; (3) logika cerita yang mereferensi pada
kecocokan; (4) akurasi data; (5) kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh, dan
(6) panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman.
Prinsip Dasar Bahasa Jurnalistik
Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam
harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa
jurnalistik itu harus jelas dan mudah
dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988)
bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana,
lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa
pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan
masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh karena itu beberapa
ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
1.
Singkat, artinya bahasa jurnalistik
harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2. Padat,
artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi
yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya.
Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi
kata.
3. Sederhana,
artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana,
bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif,
praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya
(bombastis)
4. Lugas,
artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi
secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5. Menarik,
artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan
berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6. Jelas,
artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh
khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan
penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau
bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik
menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif. Namun seringkali kita masih
menjumpai judul berita: Tim Ferrari Berhasil Mengatasi Rally Neraka
Paris-Dakar. Jago Merah Melahap Mall Termewah di Kawasan Jakarta. Polisi
Mengamankan Oknum Pemerkosa dari Penghakiman Massa.
Dalam menerapkan ke-6 prinsip
tersebut tentunya diperlukan latihan berbahasa tulis yang terus-menerus,
melakukan penyuntingan yang tidak pernah berhenti. Dengan berbagai upaya
pelatihan dan penyuntingan, barangkali akan bisa diwujudkan keinginan jurnalis
untuk menyajikan ragam bahasa jurnalistik yang memiliki rasa dan memuaskan
dahaga selera pembacanya.
Dipandang
dari fungsinya, bahasa jurnalistik merupakan perwujudan dua jenis bahasa yaitu
seperti yang disebut Halliday (1972)
sebagai fungsi ideasional dan fungsi tekstual atau fungsi referensial,
yaitu wacana yang menyajikan fakta-fakta. Namun, persoalan muncul bagaimana
cara mengkonstruksi bahasa jurnalistik itu agar dapat menggambarkan fakta yang
sebenarnya. Persoalan ini oleh Leech (1993)
disebut retorika tekstual yaitu kekhasan pemakai bahasa sebagai alat untuk mengkonstruksi teks.
Dengan kata lain prinsip ini juga berlaku pada bahasa jurnalistik.
Terdapat
empat prinsip retorika tekstual yang
dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas, prinsip kejelasan, prinsip
ekonomi, dan prinsip ekspresifitas.
- Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
Penyusunan
bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi
fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak
melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun
dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak
penting
Perhatikan contoh berikut:
(1) Pangdam
VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan perintah tembak di tempat,
bila masyarakat yang membawa senjata tajam, melawan serta tidak menuruti
permintaan untuk menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun
jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di tempat sesuai dengan
prosedur (Kompas, 24/1/99)
(2) Ketua
Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan
Timor (CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus
Dur didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga
Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99)
Contoh (1) terdiri dari dua kalimat,
yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua menerangkan
pesan kalimat pertama. Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat
pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga
menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama.
2.
Prinsip kejelasan,
yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks
menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan
dengan mudah dan cepat dipahami.
Perhatikan Contoh:
(3) Ketika
mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di kawasan Sudirman, seorang
pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun mendengar berita radio. Radio
swasta itu mengumumkan bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan
suasananya sangat mencekam (Republika, 24/11/98)
(4) Wahyudi
menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku tidak membayar pajak penjualan
(PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga pengarang, karena mereka tidak menerima
royalti atas karya ciptaannya. (Media Indonesia, 20/4/1997).
Contoh (3) dan (4) tidak mengandung
ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap pesan yang sama atas teks di atas. Hal
ini disebabkan teks tersebut dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata
harfiah, bukan kata-kata metaforis.
3. Prinsip
ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa
harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan
yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana
dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar
prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik
dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu (i) singkatan;
(ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun
akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam
wacana jurnalistik
(5) Setelah
dipecat oleh DPR AS karena memberikan sumpah palsu dan menghalang-halangi
peradilan, Presiden Bill Clinton telah menjadi presiden kedua sejak berdirinya
Amerika untuk diperintahkan diadili di dalam senat (Suara Pembaruan, 21/12/98)
(6) Ketua
DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala bentuk dan usaha untuk
menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun atau siapa pun perlu disambut
baik (Suara Pembaruan, 21/12/98
Pada contoh
(5) terdapat abreviasi DPR AS. Pada contoh (6) terdapat abreviasi DPP PPP.
Selain itu ada abreviasi lain seperti SARA, GPK, OTB, OT, AMD, SDM. AAK,
GPK, dll. Terdapat pula berbagai bentuk
akronim dengan variasi pembentukannya walaupun seringkali tidak berkaidah.
Misalnya. Curanmor, Curas, Miras, dll.
Elipsis merupakan salah satu cara
mereduksi konstituen sintaktik dengan melesapkan konstituen tertentu.
(7) AG
XII Momentum gairahkan olahraga Indonesia (Suara Pembaruan, 21/12/98)
(8) Jauh
sebelum Ratih diributkan, Letjen (Pur) Mashudi, mantan Gubernur Jawa Barat dan
mantan Ketua Umum Kwartir Gerakan Pramuka telah menerapkan ide mobilisasi
massa. Konsepnya memang berbeda dengan ratih (Republika, 223/12/98)
Pada contoh
((7) terdapat pelepasan afiks me(N)- pada verba gairahkan. Pelepasan
afiks seperti contoh (7) di atas sering terdapat pada judul wacana jurnalistik.
Pada contoh (8) terdapat pelesapan kata mobilisasi masa pada kalimat kedua.
Pronominalisasi merupakan cara mereduksi
teks dengan menggantikan konstituen yang telah disebut dengan pronomina.
Pronomina Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen terganti.
(9) Ketua
Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) hasil kongres
Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu Hutapea pada hari Minggu (23/8) sekitar pukul
18.30 Wita tiba di bandara Mutiara, Palu Sulawesi Tengah, dengan diangkut
pesawat khusus. Keduanya datang untuk mengikuti Kongres V PDI, dengan
pengawalan ketat langsung menunggu
Asrama Haji dan menginap di sana. (Kompas, 24/8/98)
(10) Hendro Subroto bukan militer. Sebagai seorang
warga sipil, jejak pengalamannya dalam beragam mandala pertempuran merupakan
rentetan panjang sarat pengalaman mendebarkan. Ia hadir ketika Kahar Muzakar tewas
disergap pasukan Siliwangi di perbukitan Sulsel (Kompas, 24/8/98).
Pada contoh
(9) tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua merupakan pronominalisasi
kalimat pertama. Pada contoh (10) kata ia mempronominalisasikan Hendro
Subroto, sebagai warga sipil pada kalimat pertama dan kedua.
4. Prinsip
ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut
prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras
dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas
dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu
baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi
berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih
dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
(11) Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan
berada di persimpangan jalan, karena adanya benturan ide maupun paham politik,
diperlukan adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan untuk mengubur masa lalu,
dan untuk start ke masa depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid kepada
Kompas di kediamannya di Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).
Pada contoh
(11) tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat kedua
mendatangkan akibat.
Pemakaian Kata, Kalimat dan Alinea
Bahasa
jurnalistik juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. Namun pemakaian bahasa
jurnalistik lebih menekankan pada daya kekomunikatifannya. Para pembelajar BIPA
tingkat lanjut dapat mempotensikan penggunaan bahasa Indonesia ragam
jurnalistik dengan beberapa usaha.
1. Pemakaian
kata-kata yang bernas. Kata merupakan modal dasar dalam menulis. Semakin banyak
kosakata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula gagasan yang dikuasainya
dan sanggup diungkapkannya.
Dalam
penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam BI Jurnalistik diperhadapkan
pada dua persoalan yaitu ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Ketepatan
mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga
tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan pembaca.
Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata yang tidak merusak wacana.
2. Penggunaan
kalimat efektif. Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses
penyampaian dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat efektif mampu
membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran si
pembaca, persis apa yang ditulis. Keefektifan kalimat ditunjang antara lain
oleh keteraturan struktur atau pola kalimat. Selain polanya harus benar,
kalimat itu harus pula mempunyai tenaga yang menarik.
3. Penggunaan
alinea/paragraf yang kompak. Alinea merupakan suatu kesatuan pikiran, suatu
kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Setidaknya dalam satu
alinea terdapat satu gagasan pokok dan beberapa gagasan penjelas. Pembuatan alinea bertujuan memudahkan
pengertian dan pemahaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.
Beberapa Jenis Bahasa Indonesia Ragam
Jurnalistik
1. Berita.
Berita adalah
peristiwa yang dilaporkan. Segala yang didapat di lapangan dan sedang
dipersiapkan untuk dilaporkan belum disebut berita. Wartawan yang menonton
dan menyaksikan peristiwa, belum tentu telah menemukan peristiwa.
Wartawan sudah menemukan peristiwa setelah ia memahami prosesnya atau
jalan cerita, yaitu tahu APA yang
terjadi, SIAPA yang terlibat,
kejadiannya BAGAIMANA, KAPAN, dan DI MANA itu terjadi, dan MENGAPA sampai
terjadi. Keenam itu yang disebut unsur berita.
Suatu
peristiwa dapat dibuat berita bila paling tidak punya satu NILAI BERITA seperti
berikut.
(a)
kebermaknaan (significance). Kejadian
yang berkemungkinan akan mempengaruhi kehidupan orang banyak atau kejadian yang
punya akibat terhadap pembaca. Contoh: Kenaikan BBM, tarif TDL, biaya Pulsa
telepon, dll.
(b)
Besaran (magnitude). Kejadian yang
menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak. Misalnya: Para
penghutang kelas kakap yang mengemplang trilyunan rupiah BLBI.
(c)
Kebaruan (timeliness). Kejadian yang
menyangkut peristiwa yang baru terjadi. Misalnya, pemboman Gereja tidak akan
bernilai berita bila diberitakan satu minggu setelah peristiwa.
(d)
Kedekatan (proximity). Kejadian yang
ada di dekat pembaca. Bisa kedekatan geogragfis atau emosional. Misalnya,
peristiwa tabrakan mobil yang menewaskan pasangan suami isteri, lebih bernilai
berita daripada Mac Dohan jatuh dari arena GP 500.
(e)
Ketermukaan/sisi manusiawi.
(prominence/human interest). Kejadian yang memberi sentuhan perasaan para
pembaca. Kejadian orang biasa, tetapi dalam peristiwa yang luar biasa, atau
orang luar biasa (public figure) dalam peristiwa biasa. Misalnya, anak kecil
yang menemukan granat siap meledak di rel kereta api, atau Megawati yang
memiliki hobby pada tanaman hias.
Berita
jurnalistik dapat digolongkan menjadi (a) berita langsung (straight/hard/spot
news), (b) berita ringan (soft news), berita kisah (feature) serta laporan
mendalam (in-depth report).
Berita
langsung digunakan untuk menyampaikan kejadian penting yang secepatnya
diketahui pembaca. Aktualitas merupakan unsur yang penting dari berita
langsung. Kejadian yang sudah lama terjadi tidak bernilai untuk berita
langsung. Aktualitas bukan hanya menyangkut waktu tetapi jug sesuatu yang baru
diketahui atau diketemukan. Misalnya, cara baru, ide baru, penemuan baru, dll.
Berita
ringan tidak mengutamakan unsur penting yang hendak diberitakan tetapi sesuatu
yang menarik. Berita ini biasanya ditemukan sebagai kejadian yang menusiawi
dari kejadian penting. Kejadian penting ditulis dalam berita langsung, sedang
berita yang menarik ditulis dalam berita ringan. Berita ringan sangat cocok
untuk majalah karena tidak terikat aktualitas. Berita ringan langsung menyentuh
emosi pembaca misalnya keterharuan, kegembiraan, kasihan, kegeraman, kelucun,
kemarahan, dll.
2. Berita
Kisah (Feature)
Berita
kisah adalah tulisan tentang kejadian yang dapat menyentuh perasaan atau
menambah pengetahuan pembaca lewat penjelasan rinci, lengkap, serta mendalam.
Jadi nilainya pada unsur manusiawi dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Terdapat
berbagai jenis berita kisah di antaranya (a) profile feature, (b) How to do it
Feature, (c) Science Feature, dan (d) human interest feature.
Profile
feature menceritakan perjalanan hidup seseorang, bisa pula hanya menggambarkan
sepak terjang orang tersebut dalam suatu kegiatan dan pada kurun waktu
tertentu. Profile feature tidak hanya cerita sukses saja, tetapi juga cerita
kegagalan seseorang. Tujuannya agar pembaca dapat bercermin lewat kehidupan
orang lain.
How
to do It feature, berita yang menjelaskan agar orang melakukan sesuatu.
Informasi disampaikan berupa petunjuk yang dipandang penting bagi pembaca.
Misalnya petunjuk berwisata ke Pulau Bali. Dalam tulisan itu disampaikan
beberapa tips praktis rute perjalanan (drat, laut, udara), lokasi wisata, rumah
makan dan penginapan, perkiraan biaya, kualitas jalan, keamanan, dll..
Science
Feature adalah tulisan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai oleh
kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan, menggunakan
data dan informasi yang memadai. Feature ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dimuat di majalah teknik, komputer, pertanian, kesehatan, kedokteran, dll.
Bahkan surat kabar pun sekarang memberi rubrik Science Feature.
Human
interest features , merupakan feature yang menonjolkan hal-hal yang menyentuh
perasaan sebagai hal yang menarik, termasuk di dalamnya adalah hobby dan
kesenangan. Misalnya, orang yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang dan
hidup di hutan selama dua Minggu. Kakek berusia 85 tahun yang tetap mengabdi
pad lingkungan walaupun hidup terpencil dan miskin.
Tips Menulis Berita
1. Tulislah
berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana .
Tulislah berita dengan lead yang bicara. Untuk menguji lead anda “berbicara”
atau “bisu” cobalah dengan membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan
nafas dan tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.
2. Gunakan
kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu
sebutan. Hindari menulis dengan kata keterangan dan anak kalimat. Ganti
kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah. Bila perlu ubah
susunan kalimat atau alinea agar didapat
tulisan yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short)
3. Hindari
kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang berbunga-bunga,
menggunakan istilah teknis, ungkapan asing yang tidak perlu dan ungkapan umum
yang kabur. Yang diperlukan BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan
(clarity).
4. Libatkan
pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang sesuai dengan
kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi dan angan-angan. Tapi
ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan gaya menggurui atau menganggap
enteng pembaca. Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit
menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan pembaca juga didapat
dengan menulis sesuai rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
5. Gantilah
kata sifat dengan kata kerja.
Baca kalimat
ini: “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja di sawahnya!”
Bandingkan
dengan: “Seorang perempuan tua membajak, kepalanya merunduk, nafasnya
tersengal-sengal!”
6. Gunakan
kosakata yang tidak memihak
Baca kalimat
ini: Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri yang masih berusia 12 tahun
Bandingkan
dengan: Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia 12 tahun.
7. Hindari
pemakaian eufemisme bahasa.
Baca kalimat:
Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di Gunung Kidul
Bandingkan
dengan: Selama musim kemarau terjadi kelaparan di Gunung Kidul.
Dengan
paparan bahasa jurnalistik seperti yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa
bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh jurnalis dalam menulis
berita. Bahasa jurnalistik bersifat khas yaitu singkat, padat, sederhana,
lugas, menarik, lancar dan jelas.
Terdapat
empat prinsip retorika tekstual bahasa jurnalistik yaitu prinsip
prosesibilitas, mudah dipahami pembaca. Prinsip kejelasan yaitu menghindari
ambiguitas. Prinsip ekonomi, menggunakan teks yang singkat tanpa merusak dan
mereduksi pesan. Prinsip ekspresivitas, teks dikonstruksi berdasarkan
aspek-aspek pesan.
MENULIS OPINI
Menulis
opini berarti menyebar luaskan gagasan. Dengan menulis opini, maka seseorang
berarti mentransfer ide dan gagasan ke ruang publik. Ia masuk ke ranah
publik, berusaha mempengaruhi publik, dengan tujuan akhir: gagasannya
diterima atau juga diperdebatkan.
Karena itulah, menulis opini sesungguhnya
mengasah otak, menajamkan pikiran, menantang munculnya ide-ide baru, juga
menantang pendapat orang dengan argumentasi yang siap untuk diperdebatkan.
Menulis opini berarti memberikan wawasan dan pengetahuan untuk orang lain.
Karena itulah, kegiatan menulis opini mestinya kegiatan yang dilakukan dengan
hati. Dengan kesukacitaan, kegembiraan membagi gagasan dan kecintaan
menyumbangkan ilmu dan pengetahuan.
Menulis opini adalah kegiatan yang
menyenangkan. Siapa pun sesungguhnya bisa dan mampu untuk menulis opini.
Setiap orang yang memiliki pengetahuan, mampu menulis, sesungguhnya
ia bisa menulis opini. Dengan opini, tidak saja gagasan itu bisa
menyebar, tapi juga,antara lain, membuat orang dikenal, juga mendapat honorarium.
Di Indonesia, hampir semua halaman surat
kabar menyediakan rubrik opini. Dan hampir semuanya juga menyediankan
honorarium untuk opini yang dimuat. Opini-opini ini pun beraneka ragam.
Bisa soal masalah sosial, politik, agama, pertanian, perkebunan, pertambangan,
hukum, dan lain sebagainya. Penulis dengan latar belakang bidang yang
dikuasainya, akan mendapat tempat khusus di media massa jika ia menulis opini
tentang bidang yang dikuasainya tersebut.
Bahkan,
kadang media secara khusus meminta orang tersebut untuk menulis topik-topik
tertentu untuk hari-hari tertentu pula. Karena itulah, misalnya, kita mengenal
nama Satjipto Raharjo untuk bidang hukum dan ketertiban masyarakat, nama Ignas
Kleden untuk bidang sosial, nama Mulya Lubis untuk bidang hukum atau nama
HS. Dillon untuk bidang pertanian.Tentu saja mereka ini tidak langsung menjadi penulis opini.Mereka juga belajar, melalui banyak tahap. Tetapi, yang jelas mereka memiliki kompetensi yang membuat masyarakat mengakui, mereka memang layak untuk menulis soal atau masalah yang mereka tulis tersebut.
Antara Opini dan Kolom
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustakan, Opini disebutkan sebagai ”pendapat; ”pikiran,” atau ”pendirian,”
Opini memang bisa diartikan sebagai pandangan seseorang tentang suatu masalah. Tidak sekadar pendapat, tetapi pendapat ilmiah. Pendapat yang bisa dipertanggungjawabkan dengan berdasar dalil-dalil ilmiah yang disajikan dalam bahasa yang lebih popular. Karena itulah, untuk menulis opini juga dibutuhkan riset. Riset merupakan penguat dari argumentasi penulis untuk menekankan gagasannya. Opini inilah yang ditulis dan dituangkan dalam bentuk ”artikel.”
Adapun kolom adalah opini yang ”lebih cair” dalam gaya bahasanya. Penulis kolom biasanya tidak saja mereka yang dikenal memiliki keahlian dalam bidang yang ditulisnya, tapi juga memiliki style –gaya-. Itu sebabnya disebut ”kolomnis”
Bagaimana Menjadi Penulis Opini:
Dengan melihat rangkaian di atas, maka di sini untuk menulis opini dibutuhkan:
1.Pengetahuan akan bidang/masalah tertentu
2.Ide dan Gagasan
3.Argumentasi gagasan
4.Teknik Penulisan Opini
5. Pengetahuan bahasa
6. Pengetahuan Tentang Media Massa.
Mari kita uraikan satu persatu:
1. Pengetahuan Bidang/Masalah Tertentu.
Penulis opini memiliki otoritas akan bidang yang memang layak bagi dia untuk diketengahkan kepada masyarakat. Ini bekal utama seorang penulis opini. Jika ia ahli pertanian, tentu masyarakat akan percaya akan seluk beluk tanaman yang ditulis daripada yang menulis seorang sarjana hukum.
Pengetahuan bidang tertentu ini sangat penting, juga terutama untuk ”legitimasi” diri seorang penulis di depan publik.
2. Ide dan Gagasan
Ide merupakan barang termahal yang dimiliki penulis -apa pun dan siapa penulis itu. Ide bisa tumbuh dari mana pun. Penulis yang terlatih tidak pernah kehabisan ide untuk menulis opini. Karena ide bisa muncul di mana pun, maka seorang penulis biasanya langsung menulis ide-ide yang didapatnya begitu ide itu muncul. Ide itulah yang kemudian dikembangkannya begitu ia memiliki waktu untuk menulis. Misalnya, di sini, seorang penulis membaca media tentang tinggi harga karet. Penulis opini kemudian mendapat ide, membandingkan tingginya harga karet itu dengan kenyataan sepuluh tahun terakhir dengan dengan menganalisa apa penyebab naik –turunnya harga tersebut.
3. Argumentasi Gagasan
Argumentasi ini sesungguhnya pasti dimiliki seseorang jika orang itu memang menulis bidangnya. Ini memang berkaitan dengan nomor 1 (pengetahuan bidang yang dimilikinya). Argumentasi penting karena di sinilah pembaca akan mengetahui ”kadar” keilmuan seorang penulis opini. Semakin kuat dan logis argumentasi yang ditampilkannya, maka akan semakin memperkuat gagasan yang ditulisnya.
4. Teknik Penulisan Opini
Penulisan opini di media massa berbeda dengan penulisan di media ilmiah. Pembaca media massa sangat beragam. Karena itu, penulisan opini di media massa harus memakai bahasa yang komunikatif, tidak bertele-tele, dan ringkas. Kecenderungan pembaca kini adalah membaca tulisan yang tidak panjang, enak dibaca, dan gampang dicerna.
5. Pengetahuan Bahasa
Kegagalan penulis opini dari kalangan ilmiah biasanya terletak pada penggunaan bahasa. Penulis opini dari latar belakang ilmiah harus belajar untuk memakai bahasa yang gampang dimengerti masyarakat, sehingga bahasa yang ditulisnya, efektif, efisien, dan mudah dimengerti.
Jika pun penulis opini ingin menampilkan istilah asing, ia harus pula mencari padanan dalam bahasa Indonesia. Penulis opini bahkan tidak usah khawatir untuk menampilkan idiom-idiom bahasa daerah jika dipandang menarik. Nasehat untuk ini: JANGAN SEKALI-KALI MENGANGGAP PEMBACA SAMA TAHUNYA SEPERTI KITA.
Beberapa kata yang tidak efektif bisa dipangkas untuk menghasilkan tulisan yang padat. Kata-kata itu, misalnya, ”oleh,” ”adalah,” ”itu,” ”tersebut” dll.
6. Pengetahuan Media Massa
Pengetahuan tentang Media Massa merupakan hal penting yang perlu diketahui penulis opini agar tulisannya bisa dimuat. Penulis opini, dengan mempelajari sebuah media massa, akan bisa melihat, media massa itu,misalnya, apakah memberi perhatian kepada masalah-masalah yang digeluti sang penulis opini itu atau tidak. Suratkabar Kompas, misalnya, cenderung untuk memberi tempat kepada opini dalam bidang apa pun. Demikian juga harian Suara Pembaruan. Dengan pengetahuan seperti ini, maka seorang penulis opini tahu, ke mana artikel yang dibuatnya itu akan dikirim.
Bagaimana Supaya Opini Dimuat di Media Massa
A. Ada peg/cantolan peristiwa
Seperti berita, opini pun memerlukan peg –cantolah peristiwa. Tujuan peg ini adalah agar opini ini relevan dengan yang sedang terjadi atau dibicarakan masyarakat. Semakin ada peg-nya maka, kemungkinan opininya dimuat akan semakin besar. Peg ini bermacam-macam. Bisa peristiwa yang tidak diduga, atau juga peristiwa yang sudah direncanakan pasti terjadi. Misalnya, menyambut sepuluh tahun peristiwa swasembada beras, peringatan ulangtahun lembaga/peristiwa tertentu, dll.
B. Cari Angle Menarik
Jika peg itu sudah didapat, maka penulis tinggal mencari angle/sudut pandang: dia akan menulis apa dan dari sudut pandang apa? Angle merupakan hal penting yang menajamkan opini penulis satu dengan penulis lain. Nasehat untuk ini: carilah angle yang paling berbeda, unik, dan mungkin orang tidak terpikirkan. Tentang harga tanaman karet yang melonjak itu, misalnya, seorang penulis opini, misalnya, bisa mengambil angle: ancaman bahaya apa yang harusnya diwasdapai petani dengan tanaman mereka yang sudah berumur sekian puluh tahun?
C. Eksplorasi gagasan dan argumentasi
Inilah argumentasi yang harus dibangun dan dimiliki penulis untuk menguatkan opininya. Untuk membangun argumentasi ini, penulis opini bisa menyodorkan data atau contoh-contoh peristiwa. Contoh itu bisa dari dalam negeri atau luar negeri.
D. Tidak Menggurui
Isi tulisan opini mesti dihindarkan sejauh mungkin dari kesan menggurui, juga mengesankan penulisnya ”menampilkan,” kepintarannya. Salah satu cara agar tulisajn opini tidak menggurui, antara lain, jangan terlalu banyak menampilkan kutipan atau sumber-sumber literatur. Lebih baik penulis menampilkan contoh yang muncul sehari-hari dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, syarat lainnya: baca ulang opini tersebut berkali-kali.
Bisakah Saya Menulis Opini dan Dimuat di Koran?
Bisa!
Tidak ada penulis opini yang langsung terkenal. Semua dari bawah. Salah satu cara belajar yang baik: membaca opini-opini dari penulis terkenal. Pelajari kalimat dan bagaimana sang penulis mengungkapkan buah pikirannya.
[1]
Materi
Bahasa Jurnalistik ini adalah tulisan Suroso (UNY) dengan judul asli “Bahasa
Jurnalistik sebagai Materi Pengajaran BIPA Tingkat Lanjut “. Dipresentasika
pada Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing
(KIPBIPA) IV di Denpasar Bali 1-3 Oktober 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar